Silaturahmi Kiat Menghilangkan Stres

“Stres bisa membuat segalanya makin berantakan, tapi kalau bisa dikendalikan, menjadi kekuatan, dan pengendalian lewat bersilaturahmi merupakan cara atau obat yang membuat kita kuat”


Teman saya ini sering dipanggil Nneng Ati, keluarganya, termasuk orang yang taat beribadah, maklum kelahiran dari Kota Pesantren, Tasikmalaya. Sehingga dalam keluarga itu setiap sore sering terdengar pangajian. Juga ketika saya berkunjung kerumahnya, suasana terasa seperti di pesantren kental sekali. Hati menjadi tentram ketika berada di sana. Apalagi semua anggota keluarga santun dan penuh hormat kepada setiap tamu yang datang. Satu persatu-satu tamu mereka salami dengan penuh keriangan, sambil menyiapkan suguhan dan minuman teh manis. Keramahan dan keakrabannya, membuat tamu betah berlama-lama tinggal. Padahal keluarga itu, cukup sederhana, keluarganya, dari mulai bapak dan kedua anak laki-laki berpenghasilan dengan cara mengkreditkan barang. Sementara Neng Ati merupakan satu-satunya perempuan, bekerja menyiapkan barang kreditan dan mensupport segala kebutuhan pengkredit dan pesanan pelanggan.

Memang kota Tasikmalaya, banyak menelorkan warganya menjadi ahli kredit. Dan kebiasan mengkredit di kota itu telah turun menurun, sehingga meskipun keluarga ini tinggal di daerah lain, usaha kredit masih dijalankan. Akhirnya keluarga itu sering disebut keluarga tukang kredit. Sehingga banyak orang berdatangan kerumah ketika memerlukan peralatan rumah tangga, dan mendapatkannya dengan jalan mencicil atau dengan menyisihkan sedikit uang belanja harian. Dan si Nnenglah yang melayani ketika pelanggan datang ke rumah, sementara laki-laki kebagian sebagai tukang keliling perkampungan di sekitar Kota Bandung.

Namun kehidupan seperti itu telah berubah, ketika si Neng mendapatkan jodoh dan mulai menapaki kehidupan rumah tangga. Nneng tak begitu konsentrasi lagi menekuni bisnisnya, meskipun terkadang masih membantu ibunya. Tapi sejak awal menikah, ia lebih memperhatikan suaminya bekerja pada suatu perusahaan swasta, namun tak disangka perusahaannya bangkrut, ketika usia pernikahan belum mencapai satu tahun, sehingga sang suami menjadi menganggur. Karena, tak enak sama tetangga, maka didoronglah suami agar cepat meraih pekerjaan kembali. Walaupun pekerjaan itu didapatkan diluar pulau, ia merelakan kepergian suami demi masa depan.

Karena suaminya pergi jauh, si Nneng kembali kekehidupan normal. Melayani pelanggan. Meskipun begitu, ia sering saling bersapa dan bercerita dengan suaminya yang sering telpon.

Ia juga senang, bahwa suaminya di Kalimantan mengalami kemajuan. Doa pun banyak dikirimkan untuk kemajuan suami tercinta.

Namun kabar jauh dari seberang sudah mulai berkurang, alasannya, suami sedang sibuk, sehingga tak sempat lagi berlama lama telpon. Apa lagi sering terhambat karena tak ada sinyal. Akhirnya, hubungan sudah lama terputus, Nneng lupa menanyakan alamat tempat kerja suami. Sehingga berbagai saluran komunikasi tak ada lagi. Ia pun mulai gundah, melamun dan memikirkan keadaan suami. Sementara suami yang dilamunkan tak kunjung tiba. Stres sudah mulai melanda kehidupan, ia lebih sering mengurung di dalam kamar, apabila ada orang yang menanyakan keberadaan suaminya, langsung ia menangis, dan hanya menggelengkan kepala. Tanda tak tahu. Hari-hari kehidupannya diisi dengan stres, ia menyalahkan diri sendiri, kenapa mengijinkan suami pergi jauh. Kemudian dirinya semakin tertekan, dan tak bisa terkendalikan, akhirnya ia mulai mengigau, bicaranya sudah mulai ngawur, matanya menerawang kosong. Stresnya makin memuncak dan akhirnya Nneng hilang ingatan.

Begitulah stres yang bisa menimbulkan depresi, sehingga perlu pengendalian. Sebab kalau stres tak bisa dikendalikan, akibatnya bisa kemana-mana. Dalam survey yang dilakukan oleh Tim riset Majalah Intisari, terhadap pembaca majalah kelompok Kompas-Gramedia di lima kota besar, yatiu Medan, Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. Usia responden antara 20-30 tahun, dipilih berdasarkan sampling acak sederhana (simple random sampling) dari populasi sebesar 3.367 pembaca terpilih. Dengan galat pengambilan contoh (sampling error) sebesar 6.7% pada tingkat kepercayaan 95%, hasilnya bahwa, 80% orang di lima kota besar itu mengalami depresi dengan berbagai tingkatan atau delapan dari sepuluh orang terkena depresi.

Riset itu mendasarkan pada definisi Rice P.L, penulis buku Stress and Health. Menurutnya, depresi adalah gangguan suasana hati (mood), kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang.

Gejala depresi itu antara lain, sulit berkonsentrasi atau menjadi pelupa, kehilangan semangat untuk melakukan hobi, pekerjaan, atau aktivitas harian, serta mengalami gangguan tidur dan sering terbangun di tengah malam.

Dari riset utama depresi adalah beban hidup, terutama beban ekonomi, yang makin hari makin berat. Berturut-turut setelah itu: kemacetan lalulintas; beban kerja tau beban sekolah; problem dengan relasi atau teman; kehilangan orang yang dicintai; ketidak harmonisan keluarga, dan penyakit kronis.


Dengan demikian, kalau stres sukar dikendalikan akan membawa efek fatal bagi kehidupan. Namun lain lagi bagi pak Joko, teman saya ini memang piawai dalam mengendalikan stres. Gimana tak stres, ia mempunyai karyawan banyak sekali, sementara usaha lagi lesu penuh persaingan. Sehingga sebagai komandan dalam perusahaan ia harus menyelamatkan perahu dengan penumpangnya yang lagi terkena badai. Stres melanda pikirannya. Ia berpikir, yang penting perusahaan, bisa bertahan saja sudah bagus, tanpa berhitung kepada keuntungan berlebih. Selanjutnya, kerjaan yang ia lakukan terus membina hubungan dengan teman-teman lama, sehingga banyak temannya berkumpul di perusahaan untuk bertukar pikiran, berdiskusi memikirkan kemajuan usaha di masa depan.

Dengan sering bertemu orang, stresnya sudah mulai berkurang, karena ia melihat orang lain juga sama, perusahaannya menghadapi persaingan ketat, bahkan menurutnya, banyak perusahaan sudah pada bangkrut, sehingga banyak pengusaha kalah tanding dan pulang kampung. Sementara, ia bersyukur, usahanya masih berjalan.

Disinilah perannya dari silaturahmi, yang bisa mengawal terus seseorang untuk terus berkembang. Ketika ia sukses akan menjadikan sukses berkelanjutan. Dan ketika seseorang mengalami stres, stresnya bisa terkendali. Sehingga dengan kestresannya, terkalahkan dengan kekuatan silaturahmi yang bisa memunculkan peluang bisnis lain, sehingga penghasilan tak hanya mengandalkan dari satu lubang. Ada beberapa lubang, sebagai lahan bisnis.

Karena semakin memahami kekuatan silaturahmi inilah, ia mulai lebih bersinergi dengan temannya, dan silaturahmi lebih sering dilakukan. Sehingga berbagai peluang banyak bermunculan, mulai peluang usaha, permodalan, pelaksana, lengkap dengan keahliannya. Akhirnya lubang lain tersebut sudah mulai menuai hasil, perahu yang terseok sudah tenang kembali, karena ombaknya dapat dikendalikan.

Dengan begitu, dalam keadaan stres, kita harus bisa kendalikan, antara lain dengan memperkuat tali silaturahmi dengan orang lain. Siapa tahu orang tersebut dapat menghibur, siapa tahu orang tersebut merupakan contoh perbandingan, sehingga hidup tidak sendirian. Tetapi, punya teman untuk menemukan jalan keluar, punya teman untuk berbagi, punya teman yang mau menjadi bandar. Karena manusia itu tidak sempurna, ada kelebihan dan kekurangannya. Satu pihak punya keahlian, sementara yang lain punya modal, punya order, punya jaringan pemasaran, dlsb. Hanya melalui silaturahmilah itu dapat bersatu, dapat menjadi satu perusahaan yang kuat. Bisa menolong kehidupan kita yang lagi stres dan terpuruk.

Sehingga dengan silaturahmi, stres bisa dikendalikan, menjadi suatu kekuatan baru. Karena itu bersyukurlah bagi orang yang pandai bersilaturahmi, yang bisa menguatkan kita dengan banyak teman, banyak relasi dan banyak bantuan, yang siap menopang kehidupan dan perusahaan.


Begitu pula silaturahmi dapat dijadikan obat mujarab, dalam menurunkan kadar stres dan depresi berat seseorang. Caranya, al:

1. Bersilaturahmilah dengan orang yang bisa mengurangi stress atau ketempat yang bisa kita mengungkapkan masalah, misalnya, ke teman dekat, saudara, orang tua, sehingga masalah jangan kita pendam sendiri, harus dikeluarkan, biar ditemukan jalan keluar yang menemtramkan dan menyejukan.
2. Kemudian ketika Anda bertemu dengan teman dekat, katakan, bahwa Anda sedang mengalami stres berat. Kemudian ceritakan, sebagai penyebab stres tersebut, sehingga semua permasalahan terpendam sedikit berkurang, karena telah dilepaskan. Apalagi teman tersebut dapat memberikan solusinya, tingkat stres bisa semakin berkurang.
3. Lakukan silaturahmi yang terus menerus, dan ceritakan kembali keberhasilan maupun sisa dan penyebab stres yang masih terpikirkan, sehingga stres itu tersalurkan dan menimbulkan ketenangan.
4. Tingkatkan silaturahmi selanjutnya, agar ada solusi yang bisa meredam secara cepat tingkatan stress, sehingga bisa tersenyum kembali.
5. Jangan bersilaturahmi dengan orang yang kurang kenal baik, sehingga membuat curhat kita malah menjadi lahan dia untuk memperdaya, dan menambah stress. Atau menghilangkan stres dengan ikut teman mencoba menghisap barang terlarang, seperti narkotik, ekstasi dlsb, serta minum-minuman keras, berjudi dan melakukan hal negatif lain, malah stres bisa meningkat.
6. Perlu relaksasi, begitu tertimpa masalah, dengan berkunjung dan bersilaturahmi ketempat kebugaran, olah raga, wisata, menonton, membaca buku motivasi, atau menulis, yang pada intinya, bisa membuat hidup terasa tidak sendirian.
7. Usahakan jangan diam sendiri, tetapi tetap mobile, sehingga dengan bertemu sahabat bisa menjadi obat mujarab, untuk bisa tersenyum kembali, mulai lagi menyenangi pekerjaan, hobi dan kegiatannya lainnya.

Sehingga, apa yang terjadi pada Nneng Ati dan Pak Joko tadi merupakan cermin bagi kita, dimana stres dapat merusak kehidupan kita, sampai membuat hilang ingatan, tetapi sebaliknya, ketika stres dapat terkendalikan dengan obat bersilaturahmi dan berteman banyak, membuat kehidupan dan bisnis Anda menjadi sumgringah kembali. Karena silaturahmi membukakan pintu peluang bisnis, memberi solusi dan menghibur serta mampu menghilangkan stress.

Mentang Mentang

“Jauhilah sifat mentang-mentang, agar kehidupan diri, keluarga serta perusahaan selalu terjaga dari kemajuan”.



Bisa saja mentang-mentang maju, jadi lupa diri. Mentang-mentang anak pejabat, jadi sombong. Mentang-mentang perusahaan tak ada pesaing, jadi terlena memasarkan. Mentang-mentang berkuasa Anda bisa menekan orang lain. Semua karena mentang-mentang ini banyak pejabat, keluarga dan perusahaan jadi menurun serta gulung tikar.

Sehingga sifat mentang-mentang ini sebaiknya dapat dihindarkan. Anda berlaku biasa saja, tak perlu mentang-mentang. Karena kata orang bijak, rejeki seseorang hanya sebatas yang dimakan. Sedangkan yang lainnya, hanyalah titipan untuk yang lain. Bisa jadi rejeki datang hanya lewat perantaraan Anda saja, selanjutnya tersebar untuk orang sekitar, atau menjadi milik orang dari kampung, yang tiba-tiba datang menghampiri Anda. Jadi ngapain kita berperilaku mentang-mentang, malah merugikan diri sendiri.

Menikmati Permasalahan Hidup

“Kalau orang mengetahui menikmati permasalahan hidup itu enak, pasti apa pun masalahnya, tetap bahagia”.


Namun banyak orang susah dalam menikmati hidup. Apalagi dalam keadaan bermasalah, menjadi sulit makan, sulit tidur, sehingga penyakit berdatangan. Apa saja yang dilakukan, selalu bermasalah. Selagi hidup miskin mengeluh, begitu pun ketika kita telah memiliki segalanya, masih juga dikeluhkan.

Memang manusia itu tak pernah sepi dari masalah, siapapun orangnya. Orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa, lelaki atau perempuan, pegawai atau pengusaha, pasti masalah selalu menghampiri. Hakim mempunyai masalah ketika harus memutuskan permasalahan berat, apalagi yang diadili sudara sendiri, orang tua mempunyai masalah, ketika tak ada uang saat menyekolahkan anak, guru pusing ketika anggaran pendidikan tak memadai, kita sendiri bermasalah, ketika tak mampu menghidupi keluarga, minimal dalam penyediaan makan sehari-hari atau masalah lain yang datang silih berganti.



Sehingga masalah itu terus ada. Dan yang membedakan, adalah dari cara orang menghadapi masalah tersebut. Ada yang menganggap masalah merupakan ujian dalam rangka naik kelas, ada juga yang menganggap masalah sebagai balasan akibat kita tak berbuat baik selama ini, dan ada juga yang menganggap masalah sebagai tantangan untuk maju.

Sehingga bagi mereka yang menganggap masalah sebagai hal positif, mereka menyambut permasalahan dengan perbaikan-perbaikan, baik itu prilaku, ilmu pengetahuan, serta mental dalam menghadapi masalah.

Bagi yang berpikir positi, orang yang memiliki masalah kemampuan, mereka akan menghadapinya dengan berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan, ia mulai kuliah lagi, ia mulai belajar lagi, ia mengikuti kursus dan keterampilan. Sedang bagi orang yang bermasalah dalam keberanian, ia mengatasinya dengan mengikuti berbagai acara outbound, serta berbagai kegiatan yang mengandung petualangan serta penguatan mental. Dan bagi orang yang susah berbicara didepan umum, ia ikut kusus MC serta cara tampil menghadapi orang banyak. Sehingga kursus fashion, model, serta kegiatan abang none, ajang putri indonesia dan berbagai kegiatan tampil lainnya menjadi ramai diikuti.

Sehingga mereka yang semuka tampil grogi, selanjutnya malah menikmati, semula tak berani, malah jadi berpetualang, semula takut sama ulat, malah jadi ahli hama penyakit tanaman. Semula takut jenazah, malah jadi ahli forensik. Dan mereka bisa berhasil karena mereka bisa menaklukan masalah dan selanjutnya menikmati pekerjaan serta kehidupan yang penuh dengan rintangan dan keganasan kehidupan.

Selain itu, bagi mereka yang menikmati, masalah kehidupan menjadi ringan, bagi orang menikmati, masalah bisa berubah menjadi kemajuan. Sehingga dalam bekerja, sering perusahaan mensyaratkan pekerja yang mampu bekerja dalam tekanan.

Karena mereka bisa tahan banting, karena mereka mau menikmati hidup, sehingga segala permasalahan akan disikapi dengan kenikmatan.

Bagi mereka yang bisa berperilaku begitu, ketika berkunjung kerumah orang, yang sempit dan di gang sempit, akan terasa enak, lega, tak ada beban. Ketika kita menghadapi panas, kedinginan, kesumpekan, kita akan menikmati itu, sehingga dengan menikmati, rasa panas, rasa sakit, rasa sumpek, stres akan berkurang, dan akhirnya menjadi terbiasa, selanjutnya masalah akan hilang dengan sendirinya.

Saya diundang seorang teman yang akan berangkat naik haji, ia tinggal di lorong sempit, namun banyak undangan datang ke tempat itu, dari yang bergelar kiayi, sampai rakyat biasa berbaur, suasana sempit dan berdesakan, begitu dinikmati terasa enak. Kita bersatu dan merasa bahagia melihat teman yang bisa berangkat ke tanah suci, meskipun datang dari gang sempit.

Sehingga apapun masalah, ketika dinikmati, menjadi nikmat. Makan dengan apa adanya, bahkan hanya dengan garam dan minyak jalantah, sisa penggorengan menjadi terasa nikmat, sebaliknya, mereka yang punya berbagai makanan ketika hati gundah, penuh dengan masalah, makanan yang tersedia, menjadi tidak nikmat.

Dengan demikian mengalahkan permasalahan dengan cara dibalik, yaitu menikmati masalah, setidaknya akan mengurangi masalah itu sendiri, bahkan masalah akan hilang dengan sendirinya.

Bayangkan, ketika tentara berlatih naik gunung turun gunung sambil membawa beban perbekalan, kalau mereka tidak menikmati, apa jadinya, yang ada malah muntah-muntah, atau uring-uringan kepada pelatihnya, tetapi ketika mereka menikmati latihan, tenaga tambahan mendukung mereka, sehingga latihan menjadi gembira.

Dengan demikian kita perlu menikmati hidup ini, meskipun dalam keadaan susah, dengan merasakan dan menikmati, kesusahan akan hilang, badai pasti berlalu, hujan pun ada bisa berhenti. Dan saat tertentu, keadaan bisa berbalik menjadi kegembiraan, keadaan sakit menjadi sehat, prajurit jadi komandan, olahragawan jadi juara, guru jadi kepala sekolah, orang biasa jadi insinyur dan juga kebahagiaan lainnya. Intinya, kita mampu menikmati kehidupan, meskipun penuh masalah.

Berpikir Cukup Sekali Dalam Setahun

“Mengalihkan pikiran yang rutinitas, menjadi berpikir setahun sekali, merupakan cara menghemat berpikir. Sehingga kita bisa berpikir menjadi lebih produktif “.



Banyak sekali yang kita pikirkan, sehingga kepala jadi pusing. Apa apa terlalu dipikirkan serius, sampai kepala keliyengan. Dan otak kita penuh dengan berbagai sampah masalah.

Padahal masalahnya sederhana, tapi kok mikirnya terlalu berat. Memang saya merasakan, setiap orang, punya tingkatan masalah berbeda-beda, tapi ada yang dipikirkan terlalu berat, dan ada dengan biasa-biasa saja. Sehingga yang satu dengan masalah sederhana menjadi berat, sementara yang lain, masalah berat, namun mengatasinya dengan enteng-enteng saja. Perbedaan penanganan ini, disebabkan dari cara kita dalam menghemat berpikir. Bagi yang berpikir berat, masalah itu akan berlarut-larut, sebaliknya bagi yang sederhana, masalah akan cepat terselesaikan.

Sedikit Lagi Maju Kenapa Harus Berhenti

“Kemajuan sering menjadi milik orang lain, karena kita tak meneruskan pekerjaan dan berhenti ditengah jalan”.


Banyak orang mundur dan berhenti ditengah jalan, ketika sedang mengerjakan sesuatu, padahal mungkin saja selangkah lagi maju. Misalnya, kuliah selangkah lagi lulus, tinggal skripsi. Penulisan sebentar lagi jadi buku, tinggal bab terakhir. Usaha, sedikit lagi jalan, tinggal butuh kesabaran. Namun karena mundur, akhirnya kuliah, buku serta usaha menjadi tak sukses.

Yang saya khawatirkan, bukan sekedar mundur atau berhentinya, namun yang ditakutkan. Kita bisa terjangkit sifat kelembaman, dimana bila seseorang terkena kelembaman, ia bisa terus malas, sehingga apabila tak ada orang yang membangkitkan kembali, tujuan akhir tak tercapai.

Kenapa Gaji Kita Gak Naik-Naik

“Biasanya perusahaan yang baik suka berbagi kebahagiaan dengan karyawannya, terutama saat mendapatkan keuntungan”


Terinspirasi oleh ide Pak Urip Sedyowidodo, yang melempar judul buku, al : “ Perusahaan mau maju, jangan naikan gaji” di milis writer schoolen. Saya, sebagai pekerja sekaligus punya usaha kecil-kecilan tergelitik untuk mengusulkan judul, Naikan Gaji Pegawai, Rahasia Perusahaan Mendulang Untung. Namun itu baru sebatas usulan, dan nantinya mungkin hasil poling terbanyak yang akan menjadi masukan dan kesimpulan Pak Urip dalam menentukan judul bukunya.

Sebagai pegawai, atau bagi yang sudah berpengalaman bekerja, umumnya, selain kecocokan bidang pekerjaan, pertama yang dilihat karyawan dalam memperoleh pekerjaan, sering pada besaran gajinya, berapa ya gaji yang akan kita terima. Cukup tidak buat hidup satu bulan, cukup tidak buat makan anak isteri, cukup tidak buat bayaran sekolah, apa bisa membiayai bila keluarga tertimpa sakit, okelah, buat sumbangan orang tua tak ada. Tapi minimal gaji yang akan diterima, bisa mencukupi kebutuhan standar keluarga, termasuk biaya makan saat istirahat dan ongkos bolak baik ke tempat kerja. Sebaliknya, bagi pegawai yang sulit mendapatkan pekerjaan, tanpa melihat dulu penghasilan, yang penting bisa bekerja, apalagi pengangguran di Indonesia yang semakin membludak.

Mengatasi Karyawan Lebih Maju

“Menyeimbangi kemampuan bawahan dengan mengugrade diri, sering bisa membawa jalan keluar dari permasalahan bisnis atau pun kehidupan”


Ketika kita sudah masuk bekerja, ternyata kita memiliki bawahan yang lebih maju. Dimana anak buah sudah bergelar Magister, sementara, kita belum. Bawahan lulusan luar negeri, sementara kita berasal dari dalam negeri. Dalam hal materi, bawahan telah bermobil, sementara kita masih naik bis umum.

Begitu juga menghadapi konsumen, dimana sekarang tingkat pemikirannya lebih berkembang, mereka sering menuntut bukti ketika kita menerangkan tentang salah satu instrumen investasi keuangan. Begitu juga dalam kehidupan rumah tangga, pimpinan rumah tangga sering dituntut lebih oleh sang isteri.

Selain itu, adanya perbedaan antara atasan dan bawahan menyangkut gelar pendidikan dan kemampuan materi, serta adanya tuntutan konsumen terhadap perusahaan dan sang isteri ini dalam kehidupan rumah tangga, sering mengganggu kinerja pimpinan perusahaan atau rumah tangga. Sering pimpinan merasa nggak enak saat menasihati, karena yang dinasihati lebih berkemampuan. Sehingga terjadi gap dalam memimpin.

Bagi orang yang belum terbiasa dan bersifat minder, terkadang kikuk menghadapinya. Meskipun kita lebih senior bekerja dan menjadi atasannya. Tapi karena adanya perbedaan gap kemampuan ini, sering banyak yang bermasalah. Dimana pimpinan sering tak diikuti oleh bawahan, pelayan sering mendapatkan cemoohan konsumen dan suami sering berselisih paham di rumah.

Kalau dalam perusahaan besar atau setingkat BUMN sering atasan lebih memilih yang akan menjadi bawahannya, sehingga ia dapat leluasa memerintah dan bisa seirama, tetapi dalam perusahaan tertentu hal ini, tak bisa dilakukan karena keterbatasan SDM atau karena keterbasan lain. Begitu juga dalam berumah tangga sudah terlanjur menikah, sedang dalam berdagang, kosumen tak bisa dipilih karena datang dari berbagai kalangan.

Meskipun kita tak mempedulikan tingkat kemampuan itu, tapi masalahnya, manusia sering melihat keberhasilan seseorang dari segi materi serta tampilan luar, sehingga orang yang telah memiliki materi lebih, dia anggap telah berhasil. Hal ini terlihat, ketika orang yang bergelimang materi lebih dihargai dalam masyarakat. Nasihatnya lebih dapat diterima, apalagi selain materi, berperilaku baik. Orang yang menonjol dari materi, sering mendapat tempat khusus, apalagi ia mau mengajarkan tentang rahasia mendapatkan kekayaannya tersebut. Juga bagi isteri dan konsumen sering mengambil keputusan berdasarkan pemikirannya.

Dalam milis keuangan, ketika seseorang memberikan nasihat tentang cara menjadi kaya, cara memperoleh properti tanpa uang sendiri, atau cara berhasil berwiraswata, sering menjadi sasaran pertanyaan yang menjadi anggota milis. Mereka ingin mengetahui penasihat itu apakah telah menerapkan ilmunya? apakah penasihat itu juga telah mewujudkan mimpinya menjadi seorang kaya atau hanya menjual mimpi agar nasihatnya diikuti?

Saya punya teman, ia seorang profesor, ketika kekampus membawa kendaraan tak sebaik yang mahasiswa pakai, sering mahasiswa meragukan kemampuan ilmunya, karena melihat kenyataan yang ada, mengajar tentang keuangan, yaitu cara mengungkit pendapatan, cara berinvestasi, cara memutar uang. Sementara dirinya belum menerapkan hal itu. Sehingga terjadi kontradiksi antara yang diajarkan dengan kenyataan yang ada, menjadi tak sesuai.

Saat sekarang ini dimana orang yang diajarkan atau bawahan sering menjadi lebih pintar dan kritis terhadap guru dan atasannya, sehingga apa yang diajarkan sering perlu dengan pembuktian dari kita sendiri. Dan kita akan sulit mengajar keberhasilan ketika kita belum berhasil, kita sulit mengajar teori keuangan, ketika kita belum mengaplikasikannya, seorang pemain perbankan, pedagang asuransi akan sulit memasarkan produk ketika mereka belum bermain saham, belum ikut dalam asuransi unit link, misalnya. Sehingga ketika nasabah menanyakan tentang kasus yang dialami, sering mendapatkan jawaban mengambang.

Kejadian ini tak hanya dalam perusahaan, tetapi dalam kehidupan rumah tangga juga begitu, kemampuan seorang isteri bisa lebih tinggi dari suami. Dengan begitu suami bisa minder, dan sering jadi pemarah untuk menutupi kelemahannya. Perbedaan daya pikir ini sering dalam berkomunikasi menjadi tidak nyambung. Karena pemikiran isteri yang lebih berpengetahuan, lebih jauh diatasnya, dan inilah yang sering menjadi penyebab keributan, ketika sang suami tak menyadari dan merasa dilecehkan. Padahal niat sang isteri mungkin tak begitu, tapi karena perbedaan kemampuan ini, sering menyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga.

Nah, permasalahan ini pula yang sering terjadi dalam kehidupan perusahaan, dimana bawahan yang lebih maju, baik dalam materi ataupun dari segi pengetahuan, dibanding dengan bosnya. Dimana bos sebagai pemimpin sering tak mau dikalahkan bawahan, padahal mungkin saja bawahan tak bepikir begitu, tetapi karena perbedaan kemampuan berpikir, sering ini menjadi sumber permasalahan antara atasan dan bawahan. Hal ini sering membawa dampak kepada bawahan lain, dalam menilai kepemimpinan seseorang.

Saya sendiri, sering menghadapi hal ini. Dimana anak buah lebih maju dari kita sendiri. Dari segi kendaraan yang dipakai, saja bawahan sering menggunakan kendaraan lebih baik, atau bawahan menggunakan sopir dalam berkendaraan, sementara kita masih seadanya tanpa sopir. Sehingga karyawan lain menyarankan, agar saya menggunakan sopir pula, agar tak alah sama staff. Meskipun saya bilang, bahwa saya belum memerlukan sopir, karena kegiatan belum begitu memerlukan itu. Tapi alasan tersebut, sering tak diterima.

Selain masalah itu, kita sering menghadapi karyawan yang telah lama bekerja, dan lama kelamaan mempunyai kemampuan lebih, dan dapat diandalkan perusahaan, yang jadi masalah, adalah gajinya masih seperti dahulu, belum ada kenaikan.Dengan begitu perusahaan menghadapi dilema, karena kemampuan perusahaan tak mencukupi.

Karena itu, perusahaan perlu menseting sistem penggajian yang tidak stagnan, tetapi gajian dibuat berdasar kenaikan pendapatan fleksibel, dimana perusahan berkembang, otomatis karyawan ikut menikmati, tetapi sebaliknya begitu perusahaan melempem, karyawan akan mendapatkan penghasilan sesuai standar awal.

Karyawan sekarang lebih sukar di atur apalagi karyawan memiliki keahlian yang susah di cari penggantinya. Bila pun ada harus dengan gaji yang tinggi atau perlu dengan melatih yang baru tapi butuh waktu lama. Sebaliknya, bila dikerasi mereka akan keluar, tetapi bila dibiarkan, mereka sering bekerja kurang baik.

Menghadapi masalah tersebut, kita sebagai pimpinan perusahaan atau pimpinan dalam rumah tangga atau sebagai pengajar, dan konsultan, perlu bermawas diri terhadap kemajuan yang dialami mahasiwa sekarang, nasabah, karyawan serta sang isteri. Karena itu, kita sebelum mengajar perlu menerapkan ilmu itu terlebih dahulu, sehingga ketika kita menemui masalah seperti itu, bawahan kita, nasabah kita, serta mahasiwa kita akan lebih percaya kepada kemampuan dan nasihat kita. Begitu juga dalam rumah tangga, sebagai pemimpin rumah tangga ilmu kita perlu senantiasa di upgrade agar minimal dapat mengikuti tingkat pemikiran sang istri yang mungkin menjadi pejabat, baik dalam pemerintahan maupun dalam perusahaan. Atau bagi pimpinan perusahaan serta pelayan mampu mengimbangi kemampuan bawahan atau yang menjadi nasabahnya.

Begitu juga dalam perusahaan menghadap karyawan yang semakin lama dan semakin maju, perlu perhitungan kuat dan mampu memprediksi perkembangan perusahaan kedepan yang disesuaiakan dengan kemajuna pegawai. Sehingga kedudukan kita tak kalah oleh bawahan, atau dapat mengikuti irama kemajuan dan kehidupan sesuai dengan fakta, tak sekedar nasihat. Sehingga karyawan, konsumen, mahasiswa dan isteri mengakui kemampuan anda.