Silaturahmi Kiat Menghilangkan Stres

“Stres bisa membuat segalanya makin berantakan, tapi kalau bisa dikendalikan, menjadi kekuatan, dan pengendalian lewat bersilaturahmi merupakan cara atau obat yang membuat kita kuat”


Teman saya ini sering dipanggil Nneng Ati, keluarganya, termasuk orang yang taat beribadah, maklum kelahiran dari Kota Pesantren, Tasikmalaya. Sehingga dalam keluarga itu setiap sore sering terdengar pangajian. Juga ketika saya berkunjung kerumahnya, suasana terasa seperti di pesantren kental sekali. Hati menjadi tentram ketika berada di sana. Apalagi semua anggota keluarga santun dan penuh hormat kepada setiap tamu yang datang. Satu persatu-satu tamu mereka salami dengan penuh keriangan, sambil menyiapkan suguhan dan minuman teh manis. Keramahan dan keakrabannya, membuat tamu betah berlama-lama tinggal. Padahal keluarga itu, cukup sederhana, keluarganya, dari mulai bapak dan kedua anak laki-laki berpenghasilan dengan cara mengkreditkan barang. Sementara Neng Ati merupakan satu-satunya perempuan, bekerja menyiapkan barang kreditan dan mensupport segala kebutuhan pengkredit dan pesanan pelanggan.

Memang kota Tasikmalaya, banyak menelorkan warganya menjadi ahli kredit. Dan kebiasan mengkredit di kota itu telah turun menurun, sehingga meskipun keluarga ini tinggal di daerah lain, usaha kredit masih dijalankan. Akhirnya keluarga itu sering disebut keluarga tukang kredit. Sehingga banyak orang berdatangan kerumah ketika memerlukan peralatan rumah tangga, dan mendapatkannya dengan jalan mencicil atau dengan menyisihkan sedikit uang belanja harian. Dan si Nnenglah yang melayani ketika pelanggan datang ke rumah, sementara laki-laki kebagian sebagai tukang keliling perkampungan di sekitar Kota Bandung.

Namun kehidupan seperti itu telah berubah, ketika si Neng mendapatkan jodoh dan mulai menapaki kehidupan rumah tangga. Nneng tak begitu konsentrasi lagi menekuni bisnisnya, meskipun terkadang masih membantu ibunya. Tapi sejak awal menikah, ia lebih memperhatikan suaminya bekerja pada suatu perusahaan swasta, namun tak disangka perusahaannya bangkrut, ketika usia pernikahan belum mencapai satu tahun, sehingga sang suami menjadi menganggur. Karena, tak enak sama tetangga, maka didoronglah suami agar cepat meraih pekerjaan kembali. Walaupun pekerjaan itu didapatkan diluar pulau, ia merelakan kepergian suami demi masa depan.

Karena suaminya pergi jauh, si Nneng kembali kekehidupan normal. Melayani pelanggan. Meskipun begitu, ia sering saling bersapa dan bercerita dengan suaminya yang sering telpon.

Ia juga senang, bahwa suaminya di Kalimantan mengalami kemajuan. Doa pun banyak dikirimkan untuk kemajuan suami tercinta.

Namun kabar jauh dari seberang sudah mulai berkurang, alasannya, suami sedang sibuk, sehingga tak sempat lagi berlama lama telpon. Apa lagi sering terhambat karena tak ada sinyal. Akhirnya, hubungan sudah lama terputus, Nneng lupa menanyakan alamat tempat kerja suami. Sehingga berbagai saluran komunikasi tak ada lagi. Ia pun mulai gundah, melamun dan memikirkan keadaan suami. Sementara suami yang dilamunkan tak kunjung tiba. Stres sudah mulai melanda kehidupan, ia lebih sering mengurung di dalam kamar, apabila ada orang yang menanyakan keberadaan suaminya, langsung ia menangis, dan hanya menggelengkan kepala. Tanda tak tahu. Hari-hari kehidupannya diisi dengan stres, ia menyalahkan diri sendiri, kenapa mengijinkan suami pergi jauh. Kemudian dirinya semakin tertekan, dan tak bisa terkendalikan, akhirnya ia mulai mengigau, bicaranya sudah mulai ngawur, matanya menerawang kosong. Stresnya makin memuncak dan akhirnya Nneng hilang ingatan.

Begitulah stres yang bisa menimbulkan depresi, sehingga perlu pengendalian. Sebab kalau stres tak bisa dikendalikan, akibatnya bisa kemana-mana. Dalam survey yang dilakukan oleh Tim riset Majalah Intisari, terhadap pembaca majalah kelompok Kompas-Gramedia di lima kota besar, yatiu Medan, Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. Usia responden antara 20-30 tahun, dipilih berdasarkan sampling acak sederhana (simple random sampling) dari populasi sebesar 3.367 pembaca terpilih. Dengan galat pengambilan contoh (sampling error) sebesar 6.7% pada tingkat kepercayaan 95%, hasilnya bahwa, 80% orang di lima kota besar itu mengalami depresi dengan berbagai tingkatan atau delapan dari sepuluh orang terkena depresi.

Riset itu mendasarkan pada definisi Rice P.L, penulis buku Stress and Health. Menurutnya, depresi adalah gangguan suasana hati (mood), kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang.

Gejala depresi itu antara lain, sulit berkonsentrasi atau menjadi pelupa, kehilangan semangat untuk melakukan hobi, pekerjaan, atau aktivitas harian, serta mengalami gangguan tidur dan sering terbangun di tengah malam.

Dari riset utama depresi adalah beban hidup, terutama beban ekonomi, yang makin hari makin berat. Berturut-turut setelah itu: kemacetan lalulintas; beban kerja tau beban sekolah; problem dengan relasi atau teman; kehilangan orang yang dicintai; ketidak harmonisan keluarga, dan penyakit kronis.


Dengan demikian, kalau stres sukar dikendalikan akan membawa efek fatal bagi kehidupan. Namun lain lagi bagi pak Joko, teman saya ini memang piawai dalam mengendalikan stres. Gimana tak stres, ia mempunyai karyawan banyak sekali, sementara usaha lagi lesu penuh persaingan. Sehingga sebagai komandan dalam perusahaan ia harus menyelamatkan perahu dengan penumpangnya yang lagi terkena badai. Stres melanda pikirannya. Ia berpikir, yang penting perusahaan, bisa bertahan saja sudah bagus, tanpa berhitung kepada keuntungan berlebih. Selanjutnya, kerjaan yang ia lakukan terus membina hubungan dengan teman-teman lama, sehingga banyak temannya berkumpul di perusahaan untuk bertukar pikiran, berdiskusi memikirkan kemajuan usaha di masa depan.

Dengan sering bertemu orang, stresnya sudah mulai berkurang, karena ia melihat orang lain juga sama, perusahaannya menghadapi persaingan ketat, bahkan menurutnya, banyak perusahaan sudah pada bangkrut, sehingga banyak pengusaha kalah tanding dan pulang kampung. Sementara, ia bersyukur, usahanya masih berjalan.

Disinilah perannya dari silaturahmi, yang bisa mengawal terus seseorang untuk terus berkembang. Ketika ia sukses akan menjadikan sukses berkelanjutan. Dan ketika seseorang mengalami stres, stresnya bisa terkendali. Sehingga dengan kestresannya, terkalahkan dengan kekuatan silaturahmi yang bisa memunculkan peluang bisnis lain, sehingga penghasilan tak hanya mengandalkan dari satu lubang. Ada beberapa lubang, sebagai lahan bisnis.

Karena semakin memahami kekuatan silaturahmi inilah, ia mulai lebih bersinergi dengan temannya, dan silaturahmi lebih sering dilakukan. Sehingga berbagai peluang banyak bermunculan, mulai peluang usaha, permodalan, pelaksana, lengkap dengan keahliannya. Akhirnya lubang lain tersebut sudah mulai menuai hasil, perahu yang terseok sudah tenang kembali, karena ombaknya dapat dikendalikan.

Dengan begitu, dalam keadaan stres, kita harus bisa kendalikan, antara lain dengan memperkuat tali silaturahmi dengan orang lain. Siapa tahu orang tersebut dapat menghibur, siapa tahu orang tersebut merupakan contoh perbandingan, sehingga hidup tidak sendirian. Tetapi, punya teman untuk menemukan jalan keluar, punya teman untuk berbagi, punya teman yang mau menjadi bandar. Karena manusia itu tidak sempurna, ada kelebihan dan kekurangannya. Satu pihak punya keahlian, sementara yang lain punya modal, punya order, punya jaringan pemasaran, dlsb. Hanya melalui silaturahmilah itu dapat bersatu, dapat menjadi satu perusahaan yang kuat. Bisa menolong kehidupan kita yang lagi stres dan terpuruk.

Sehingga dengan silaturahmi, stres bisa dikendalikan, menjadi suatu kekuatan baru. Karena itu bersyukurlah bagi orang yang pandai bersilaturahmi, yang bisa menguatkan kita dengan banyak teman, banyak relasi dan banyak bantuan, yang siap menopang kehidupan dan perusahaan.


Begitu pula silaturahmi dapat dijadikan obat mujarab, dalam menurunkan kadar stres dan depresi berat seseorang. Caranya, al:

1. Bersilaturahmilah dengan orang yang bisa mengurangi stress atau ketempat yang bisa kita mengungkapkan masalah, misalnya, ke teman dekat, saudara, orang tua, sehingga masalah jangan kita pendam sendiri, harus dikeluarkan, biar ditemukan jalan keluar yang menemtramkan dan menyejukan.
2. Kemudian ketika Anda bertemu dengan teman dekat, katakan, bahwa Anda sedang mengalami stres berat. Kemudian ceritakan, sebagai penyebab stres tersebut, sehingga semua permasalahan terpendam sedikit berkurang, karena telah dilepaskan. Apalagi teman tersebut dapat memberikan solusinya, tingkat stres bisa semakin berkurang.
3. Lakukan silaturahmi yang terus menerus, dan ceritakan kembali keberhasilan maupun sisa dan penyebab stres yang masih terpikirkan, sehingga stres itu tersalurkan dan menimbulkan ketenangan.
4. Tingkatkan silaturahmi selanjutnya, agar ada solusi yang bisa meredam secara cepat tingkatan stress, sehingga bisa tersenyum kembali.
5. Jangan bersilaturahmi dengan orang yang kurang kenal baik, sehingga membuat curhat kita malah menjadi lahan dia untuk memperdaya, dan menambah stress. Atau menghilangkan stres dengan ikut teman mencoba menghisap barang terlarang, seperti narkotik, ekstasi dlsb, serta minum-minuman keras, berjudi dan melakukan hal negatif lain, malah stres bisa meningkat.
6. Perlu relaksasi, begitu tertimpa masalah, dengan berkunjung dan bersilaturahmi ketempat kebugaran, olah raga, wisata, menonton, membaca buku motivasi, atau menulis, yang pada intinya, bisa membuat hidup terasa tidak sendirian.
7. Usahakan jangan diam sendiri, tetapi tetap mobile, sehingga dengan bertemu sahabat bisa menjadi obat mujarab, untuk bisa tersenyum kembali, mulai lagi menyenangi pekerjaan, hobi dan kegiatannya lainnya.

Sehingga, apa yang terjadi pada Nneng Ati dan Pak Joko tadi merupakan cermin bagi kita, dimana stres dapat merusak kehidupan kita, sampai membuat hilang ingatan, tetapi sebaliknya, ketika stres dapat terkendalikan dengan obat bersilaturahmi dan berteman banyak, membuat kehidupan dan bisnis Anda menjadi sumgringah kembali. Karena silaturahmi membukakan pintu peluang bisnis, memberi solusi dan menghibur serta mampu menghilangkan stress.

Mentang Mentang

“Jauhilah sifat mentang-mentang, agar kehidupan diri, keluarga serta perusahaan selalu terjaga dari kemajuan”.



Bisa saja mentang-mentang maju, jadi lupa diri. Mentang-mentang anak pejabat, jadi sombong. Mentang-mentang perusahaan tak ada pesaing, jadi terlena memasarkan. Mentang-mentang berkuasa Anda bisa menekan orang lain. Semua karena mentang-mentang ini banyak pejabat, keluarga dan perusahaan jadi menurun serta gulung tikar.

Sehingga sifat mentang-mentang ini sebaiknya dapat dihindarkan. Anda berlaku biasa saja, tak perlu mentang-mentang. Karena kata orang bijak, rejeki seseorang hanya sebatas yang dimakan. Sedangkan yang lainnya, hanyalah titipan untuk yang lain. Bisa jadi rejeki datang hanya lewat perantaraan Anda saja, selanjutnya tersebar untuk orang sekitar, atau menjadi milik orang dari kampung, yang tiba-tiba datang menghampiri Anda. Jadi ngapain kita berperilaku mentang-mentang, malah merugikan diri sendiri.

Menikmati Permasalahan Hidup

“Kalau orang mengetahui menikmati permasalahan hidup itu enak, pasti apa pun masalahnya, tetap bahagia”.


Namun banyak orang susah dalam menikmati hidup. Apalagi dalam keadaan bermasalah, menjadi sulit makan, sulit tidur, sehingga penyakit berdatangan. Apa saja yang dilakukan, selalu bermasalah. Selagi hidup miskin mengeluh, begitu pun ketika kita telah memiliki segalanya, masih juga dikeluhkan.

Memang manusia itu tak pernah sepi dari masalah, siapapun orangnya. Orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa, lelaki atau perempuan, pegawai atau pengusaha, pasti masalah selalu menghampiri. Hakim mempunyai masalah ketika harus memutuskan permasalahan berat, apalagi yang diadili sudara sendiri, orang tua mempunyai masalah, ketika tak ada uang saat menyekolahkan anak, guru pusing ketika anggaran pendidikan tak memadai, kita sendiri bermasalah, ketika tak mampu menghidupi keluarga, minimal dalam penyediaan makan sehari-hari atau masalah lain yang datang silih berganti.



Sehingga masalah itu terus ada. Dan yang membedakan, adalah dari cara orang menghadapi masalah tersebut. Ada yang menganggap masalah merupakan ujian dalam rangka naik kelas, ada juga yang menganggap masalah sebagai balasan akibat kita tak berbuat baik selama ini, dan ada juga yang menganggap masalah sebagai tantangan untuk maju.

Sehingga bagi mereka yang menganggap masalah sebagai hal positif, mereka menyambut permasalahan dengan perbaikan-perbaikan, baik itu prilaku, ilmu pengetahuan, serta mental dalam menghadapi masalah.

Bagi yang berpikir positi, orang yang memiliki masalah kemampuan, mereka akan menghadapinya dengan berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan, ia mulai kuliah lagi, ia mulai belajar lagi, ia mengikuti kursus dan keterampilan. Sedang bagi orang yang bermasalah dalam keberanian, ia mengatasinya dengan mengikuti berbagai acara outbound, serta berbagai kegiatan yang mengandung petualangan serta penguatan mental. Dan bagi orang yang susah berbicara didepan umum, ia ikut kusus MC serta cara tampil menghadapi orang banyak. Sehingga kursus fashion, model, serta kegiatan abang none, ajang putri indonesia dan berbagai kegiatan tampil lainnya menjadi ramai diikuti.

Sehingga mereka yang semuka tampil grogi, selanjutnya malah menikmati, semula tak berani, malah jadi berpetualang, semula takut sama ulat, malah jadi ahli hama penyakit tanaman. Semula takut jenazah, malah jadi ahli forensik. Dan mereka bisa berhasil karena mereka bisa menaklukan masalah dan selanjutnya menikmati pekerjaan serta kehidupan yang penuh dengan rintangan dan keganasan kehidupan.

Selain itu, bagi mereka yang menikmati, masalah kehidupan menjadi ringan, bagi orang menikmati, masalah bisa berubah menjadi kemajuan. Sehingga dalam bekerja, sering perusahaan mensyaratkan pekerja yang mampu bekerja dalam tekanan.

Karena mereka bisa tahan banting, karena mereka mau menikmati hidup, sehingga segala permasalahan akan disikapi dengan kenikmatan.

Bagi mereka yang bisa berperilaku begitu, ketika berkunjung kerumah orang, yang sempit dan di gang sempit, akan terasa enak, lega, tak ada beban. Ketika kita menghadapi panas, kedinginan, kesumpekan, kita akan menikmati itu, sehingga dengan menikmati, rasa panas, rasa sakit, rasa sumpek, stres akan berkurang, dan akhirnya menjadi terbiasa, selanjutnya masalah akan hilang dengan sendirinya.

Saya diundang seorang teman yang akan berangkat naik haji, ia tinggal di lorong sempit, namun banyak undangan datang ke tempat itu, dari yang bergelar kiayi, sampai rakyat biasa berbaur, suasana sempit dan berdesakan, begitu dinikmati terasa enak. Kita bersatu dan merasa bahagia melihat teman yang bisa berangkat ke tanah suci, meskipun datang dari gang sempit.

Sehingga apapun masalah, ketika dinikmati, menjadi nikmat. Makan dengan apa adanya, bahkan hanya dengan garam dan minyak jalantah, sisa penggorengan menjadi terasa nikmat, sebaliknya, mereka yang punya berbagai makanan ketika hati gundah, penuh dengan masalah, makanan yang tersedia, menjadi tidak nikmat.

Dengan demikian mengalahkan permasalahan dengan cara dibalik, yaitu menikmati masalah, setidaknya akan mengurangi masalah itu sendiri, bahkan masalah akan hilang dengan sendirinya.

Bayangkan, ketika tentara berlatih naik gunung turun gunung sambil membawa beban perbekalan, kalau mereka tidak menikmati, apa jadinya, yang ada malah muntah-muntah, atau uring-uringan kepada pelatihnya, tetapi ketika mereka menikmati latihan, tenaga tambahan mendukung mereka, sehingga latihan menjadi gembira.

Dengan demikian kita perlu menikmati hidup ini, meskipun dalam keadaan susah, dengan merasakan dan menikmati, kesusahan akan hilang, badai pasti berlalu, hujan pun ada bisa berhenti. Dan saat tertentu, keadaan bisa berbalik menjadi kegembiraan, keadaan sakit menjadi sehat, prajurit jadi komandan, olahragawan jadi juara, guru jadi kepala sekolah, orang biasa jadi insinyur dan juga kebahagiaan lainnya. Intinya, kita mampu menikmati kehidupan, meskipun penuh masalah.

Berpikir Cukup Sekali Dalam Setahun

“Mengalihkan pikiran yang rutinitas, menjadi berpikir setahun sekali, merupakan cara menghemat berpikir. Sehingga kita bisa berpikir menjadi lebih produktif “.



Banyak sekali yang kita pikirkan, sehingga kepala jadi pusing. Apa apa terlalu dipikirkan serius, sampai kepala keliyengan. Dan otak kita penuh dengan berbagai sampah masalah.

Padahal masalahnya sederhana, tapi kok mikirnya terlalu berat. Memang saya merasakan, setiap orang, punya tingkatan masalah berbeda-beda, tapi ada yang dipikirkan terlalu berat, dan ada dengan biasa-biasa saja. Sehingga yang satu dengan masalah sederhana menjadi berat, sementara yang lain, masalah berat, namun mengatasinya dengan enteng-enteng saja. Perbedaan penanganan ini, disebabkan dari cara kita dalam menghemat berpikir. Bagi yang berpikir berat, masalah itu akan berlarut-larut, sebaliknya bagi yang sederhana, masalah akan cepat terselesaikan.

Sedikit Lagi Maju Kenapa Harus Berhenti

“Kemajuan sering menjadi milik orang lain, karena kita tak meneruskan pekerjaan dan berhenti ditengah jalan”.


Banyak orang mundur dan berhenti ditengah jalan, ketika sedang mengerjakan sesuatu, padahal mungkin saja selangkah lagi maju. Misalnya, kuliah selangkah lagi lulus, tinggal skripsi. Penulisan sebentar lagi jadi buku, tinggal bab terakhir. Usaha, sedikit lagi jalan, tinggal butuh kesabaran. Namun karena mundur, akhirnya kuliah, buku serta usaha menjadi tak sukses.

Yang saya khawatirkan, bukan sekedar mundur atau berhentinya, namun yang ditakutkan. Kita bisa terjangkit sifat kelembaman, dimana bila seseorang terkena kelembaman, ia bisa terus malas, sehingga apabila tak ada orang yang membangkitkan kembali, tujuan akhir tak tercapai.

Kenapa Gaji Kita Gak Naik-Naik

“Biasanya perusahaan yang baik suka berbagi kebahagiaan dengan karyawannya, terutama saat mendapatkan keuntungan”


Terinspirasi oleh ide Pak Urip Sedyowidodo, yang melempar judul buku, al : “ Perusahaan mau maju, jangan naikan gaji” di milis writer schoolen. Saya, sebagai pekerja sekaligus punya usaha kecil-kecilan tergelitik untuk mengusulkan judul, Naikan Gaji Pegawai, Rahasia Perusahaan Mendulang Untung. Namun itu baru sebatas usulan, dan nantinya mungkin hasil poling terbanyak yang akan menjadi masukan dan kesimpulan Pak Urip dalam menentukan judul bukunya.

Sebagai pegawai, atau bagi yang sudah berpengalaman bekerja, umumnya, selain kecocokan bidang pekerjaan, pertama yang dilihat karyawan dalam memperoleh pekerjaan, sering pada besaran gajinya, berapa ya gaji yang akan kita terima. Cukup tidak buat hidup satu bulan, cukup tidak buat makan anak isteri, cukup tidak buat bayaran sekolah, apa bisa membiayai bila keluarga tertimpa sakit, okelah, buat sumbangan orang tua tak ada. Tapi minimal gaji yang akan diterima, bisa mencukupi kebutuhan standar keluarga, termasuk biaya makan saat istirahat dan ongkos bolak baik ke tempat kerja. Sebaliknya, bagi pegawai yang sulit mendapatkan pekerjaan, tanpa melihat dulu penghasilan, yang penting bisa bekerja, apalagi pengangguran di Indonesia yang semakin membludak.

Mengatasi Karyawan Lebih Maju

“Menyeimbangi kemampuan bawahan dengan mengugrade diri, sering bisa membawa jalan keluar dari permasalahan bisnis atau pun kehidupan”


Ketika kita sudah masuk bekerja, ternyata kita memiliki bawahan yang lebih maju. Dimana anak buah sudah bergelar Magister, sementara, kita belum. Bawahan lulusan luar negeri, sementara kita berasal dari dalam negeri. Dalam hal materi, bawahan telah bermobil, sementara kita masih naik bis umum.

Begitu juga menghadapi konsumen, dimana sekarang tingkat pemikirannya lebih berkembang, mereka sering menuntut bukti ketika kita menerangkan tentang salah satu instrumen investasi keuangan. Begitu juga dalam kehidupan rumah tangga, pimpinan rumah tangga sering dituntut lebih oleh sang isteri.

Selain itu, adanya perbedaan antara atasan dan bawahan menyangkut gelar pendidikan dan kemampuan materi, serta adanya tuntutan konsumen terhadap perusahaan dan sang isteri ini dalam kehidupan rumah tangga, sering mengganggu kinerja pimpinan perusahaan atau rumah tangga. Sering pimpinan merasa nggak enak saat menasihati, karena yang dinasihati lebih berkemampuan. Sehingga terjadi gap dalam memimpin.

Bagi orang yang belum terbiasa dan bersifat minder, terkadang kikuk menghadapinya. Meskipun kita lebih senior bekerja dan menjadi atasannya. Tapi karena adanya perbedaan gap kemampuan ini, sering banyak yang bermasalah. Dimana pimpinan sering tak diikuti oleh bawahan, pelayan sering mendapatkan cemoohan konsumen dan suami sering berselisih paham di rumah.

Kalau dalam perusahaan besar atau setingkat BUMN sering atasan lebih memilih yang akan menjadi bawahannya, sehingga ia dapat leluasa memerintah dan bisa seirama, tetapi dalam perusahaan tertentu hal ini, tak bisa dilakukan karena keterbatasan SDM atau karena keterbasan lain. Begitu juga dalam berumah tangga sudah terlanjur menikah, sedang dalam berdagang, kosumen tak bisa dipilih karena datang dari berbagai kalangan.

Meskipun kita tak mempedulikan tingkat kemampuan itu, tapi masalahnya, manusia sering melihat keberhasilan seseorang dari segi materi serta tampilan luar, sehingga orang yang telah memiliki materi lebih, dia anggap telah berhasil. Hal ini terlihat, ketika orang yang bergelimang materi lebih dihargai dalam masyarakat. Nasihatnya lebih dapat diterima, apalagi selain materi, berperilaku baik. Orang yang menonjol dari materi, sering mendapat tempat khusus, apalagi ia mau mengajarkan tentang rahasia mendapatkan kekayaannya tersebut. Juga bagi isteri dan konsumen sering mengambil keputusan berdasarkan pemikirannya.

Dalam milis keuangan, ketika seseorang memberikan nasihat tentang cara menjadi kaya, cara memperoleh properti tanpa uang sendiri, atau cara berhasil berwiraswata, sering menjadi sasaran pertanyaan yang menjadi anggota milis. Mereka ingin mengetahui penasihat itu apakah telah menerapkan ilmunya? apakah penasihat itu juga telah mewujudkan mimpinya menjadi seorang kaya atau hanya menjual mimpi agar nasihatnya diikuti?

Saya punya teman, ia seorang profesor, ketika kekampus membawa kendaraan tak sebaik yang mahasiswa pakai, sering mahasiswa meragukan kemampuan ilmunya, karena melihat kenyataan yang ada, mengajar tentang keuangan, yaitu cara mengungkit pendapatan, cara berinvestasi, cara memutar uang. Sementara dirinya belum menerapkan hal itu. Sehingga terjadi kontradiksi antara yang diajarkan dengan kenyataan yang ada, menjadi tak sesuai.

Saat sekarang ini dimana orang yang diajarkan atau bawahan sering menjadi lebih pintar dan kritis terhadap guru dan atasannya, sehingga apa yang diajarkan sering perlu dengan pembuktian dari kita sendiri. Dan kita akan sulit mengajar keberhasilan ketika kita belum berhasil, kita sulit mengajar teori keuangan, ketika kita belum mengaplikasikannya, seorang pemain perbankan, pedagang asuransi akan sulit memasarkan produk ketika mereka belum bermain saham, belum ikut dalam asuransi unit link, misalnya. Sehingga ketika nasabah menanyakan tentang kasus yang dialami, sering mendapatkan jawaban mengambang.

Kejadian ini tak hanya dalam perusahaan, tetapi dalam kehidupan rumah tangga juga begitu, kemampuan seorang isteri bisa lebih tinggi dari suami. Dengan begitu suami bisa minder, dan sering jadi pemarah untuk menutupi kelemahannya. Perbedaan daya pikir ini sering dalam berkomunikasi menjadi tidak nyambung. Karena pemikiran isteri yang lebih berpengetahuan, lebih jauh diatasnya, dan inilah yang sering menjadi penyebab keributan, ketika sang suami tak menyadari dan merasa dilecehkan. Padahal niat sang isteri mungkin tak begitu, tapi karena perbedaan kemampuan ini, sering menyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga.

Nah, permasalahan ini pula yang sering terjadi dalam kehidupan perusahaan, dimana bawahan yang lebih maju, baik dalam materi ataupun dari segi pengetahuan, dibanding dengan bosnya. Dimana bos sebagai pemimpin sering tak mau dikalahkan bawahan, padahal mungkin saja bawahan tak bepikir begitu, tetapi karena perbedaan kemampuan berpikir, sering ini menjadi sumber permasalahan antara atasan dan bawahan. Hal ini sering membawa dampak kepada bawahan lain, dalam menilai kepemimpinan seseorang.

Saya sendiri, sering menghadapi hal ini. Dimana anak buah lebih maju dari kita sendiri. Dari segi kendaraan yang dipakai, saja bawahan sering menggunakan kendaraan lebih baik, atau bawahan menggunakan sopir dalam berkendaraan, sementara kita masih seadanya tanpa sopir. Sehingga karyawan lain menyarankan, agar saya menggunakan sopir pula, agar tak alah sama staff. Meskipun saya bilang, bahwa saya belum memerlukan sopir, karena kegiatan belum begitu memerlukan itu. Tapi alasan tersebut, sering tak diterima.

Selain masalah itu, kita sering menghadapi karyawan yang telah lama bekerja, dan lama kelamaan mempunyai kemampuan lebih, dan dapat diandalkan perusahaan, yang jadi masalah, adalah gajinya masih seperti dahulu, belum ada kenaikan.Dengan begitu perusahaan menghadapi dilema, karena kemampuan perusahaan tak mencukupi.

Karena itu, perusahaan perlu menseting sistem penggajian yang tidak stagnan, tetapi gajian dibuat berdasar kenaikan pendapatan fleksibel, dimana perusahan berkembang, otomatis karyawan ikut menikmati, tetapi sebaliknya begitu perusahaan melempem, karyawan akan mendapatkan penghasilan sesuai standar awal.

Karyawan sekarang lebih sukar di atur apalagi karyawan memiliki keahlian yang susah di cari penggantinya. Bila pun ada harus dengan gaji yang tinggi atau perlu dengan melatih yang baru tapi butuh waktu lama. Sebaliknya, bila dikerasi mereka akan keluar, tetapi bila dibiarkan, mereka sering bekerja kurang baik.

Menghadapi masalah tersebut, kita sebagai pimpinan perusahaan atau pimpinan dalam rumah tangga atau sebagai pengajar, dan konsultan, perlu bermawas diri terhadap kemajuan yang dialami mahasiwa sekarang, nasabah, karyawan serta sang isteri. Karena itu, kita sebelum mengajar perlu menerapkan ilmu itu terlebih dahulu, sehingga ketika kita menemui masalah seperti itu, bawahan kita, nasabah kita, serta mahasiwa kita akan lebih percaya kepada kemampuan dan nasihat kita. Begitu juga dalam rumah tangga, sebagai pemimpin rumah tangga ilmu kita perlu senantiasa di upgrade agar minimal dapat mengikuti tingkat pemikiran sang istri yang mungkin menjadi pejabat, baik dalam pemerintahan maupun dalam perusahaan. Atau bagi pimpinan perusahaan serta pelayan mampu mengimbangi kemampuan bawahan atau yang menjadi nasabahnya.

Begitu juga dalam perusahaan menghadap karyawan yang semakin lama dan semakin maju, perlu perhitungan kuat dan mampu memprediksi perkembangan perusahaan kedepan yang disesuaiakan dengan kemajuna pegawai. Sehingga kedudukan kita tak kalah oleh bawahan, atau dapat mengikuti irama kemajuan dan kehidupan sesuai dengan fakta, tak sekedar nasihat. Sehingga karyawan, konsumen, mahasiswa dan isteri mengakui kemampuan anda.

Mengatasi Karyawan Lebih Pintar

Menguasai persoalan perkerjaan, bisa didapat dari teman, konsultan dan dari pegawai itu sendiri agar kita mampu mengatasi karyawan lebih pintar”.



Saat sekarang, bisa saja karyawan memiliki kemampuan lebih pintar dari pada bos, atau bos berkemampuan lebih rendah dari pegawai. Sehingga, karena merasa lebih pintar, karyawan menjadi seenaknya bekerja, bahkan mereka agak sombong atau jual mahal ketika disuruh, bekerja jadi lambat. Selain itu, ada lagi karyawan yang mengerjakan proyek lain secara diam-diam tanpa sepengetahuan pimpinan, karena mereka merasa, bos tak akan tahu apa yang dikerjakan. Mereka menganggap, bos tak bisa ngapa-ngapain, dan tak akan berani menegur, karena pikirnya, bos membutuhkan tenaganya.

Begitulah jika pimpinan memiliki kemampuan kurang. Ketika ada proyek, ia selalu mengandalkan anak buah, misalnya, untuk menghitung berapa proyek yang harus dijual, ketika membuat gambar agar menarik dan cepat, sampai meminta mempresentasikan, sering bergantung pada bawahan. Dan dengan begitu, banyak karyawan melawan ketika disuruh, atau sering bermalas-malasan dan memperhitungkan besarnya share untuk dirinya, ketika ada proyek.

Banyak perusahaan memiliki kondisi seperti itu, karena memang tak semua pimpinan menguasai berbagai macam keahlian. Tak semua pimpinan serba tahu, misalnya dalam hal : menguasai keuangan, akunting, IT, pemasaran, teknis proyek, desain, dlsb. Meskipun dalam hal lain, pimpinan punya kemampuan.

Pimpinan yang berlatar belakang keuangan, bisa saja penguasaannya sebatas ilmu keuangan. Sedangkan, pimpinan yang berasal ahli pemasaran, paling kuat menguasai tentang pemasaran, pimpinan yang menyenangi SDM, tentu penguasaan pekerjaan lebih banyak kepada pengembangan sumber daya manusia. Begitu juga berlatar belakang organisasi, akan lebih menitik beratkan kepada penataan organisasi perusahaan, dan banyak lagi model pimpinan lainnya, yang memiliki keahlian tertentu, termasuk kemampuan soal teknis, ia akan lebih ahli dalam pengerjaan proyek.

Untuk itu kita dapat melihat, dalam suatu perusahaan, pimpinan yang berasal dari akunting, dalam mengatur perusahaan sering lebih kepada penekanan administrasi keuangan, keluar masuk keuangan dicatat dengan teratur, serba catatan, serba jelas pertanggung jawabannya, sehingga bagi karyawan yang mau nakal akan cepat ketahuan, karena ketatnya pencatatan.

Bagi ahli organisasi, ia mengatur organisasi dengan efektif, dengan pengadaan tenaga terbatas, tetapi hasil dapat maksimal. Membuat struktur jelas, tak ada tumpang tindih, karena hirarki dan tanggung jawab seseorang dapat terlihat dari bagan organisasi yang dibentuk. Demikian juga pencapaian suatu pekerjaan, terlihat dari sejauh mana organisasi bisa mengatasi persoalan tersebut. Dan sebagai ahli organisasi mampu menggambarkan luasnya pekerjaan yang rumit menjadi lebih sederhana, dan hasil yang dicapai sesuai harapan pimpinan.

Begitu juga ahli pemasaran, ia akan lebih mengutamakan karyawan yang bisa menghasilkan pekerjaan lebih banyak. Karyawan lain, dianggapnya merupakan bagian yang membantu tugas pemasar. Dengan keahliannya, ia akan mensetting, perusahaan dan karyawannya agar lebih kepada market oriented. Semua karyawan diusahakan berkerja untuk kepuasan pelanggan, bagian produksi akan menghasilkan produk yang hanya sesuai kebutuhan pasar, bagian administrasi dan customer service, harus bertindak sopan, ramah, dana mau melayani konsumen dengan sepenuh hati, penuh senyuman dan keceriaan.

Lain lagi bagi pimpinan yang berasal dari ahli SDM, ia lebih percaya kepada SDM yang berkualitas, sehingga ia sering mengirim karyawannya, untuk ikut seminar, kursus-kursus singkat, sekolah lagi, agar kemampuan karyawan meningkat. Tanpa karyawan berkualitas, segala pekerjaan tak mungkin dikerjakan dengan baik.

Nah, mengingat pimpinan tak menguasai secara keseluruhan ilmu, pasti ada saja karyawan yang merasa pintar dalam bidang tertentu, sehingga karena kuatnya dalam penguasaan ilmu, mereka menganggap pimpinannya bodoh, tak tahu apa-apa, apalagi latar belakang pendidikan jauh dibawah pegawai itu. Bisa saja karyawan tesebut menyepelekan, dan kurang mendengar lagi perintah atasan.

Untuk itu, kita perlu mengatasi dan memiliki berbagai kiat dalam menghadapi prilaku karyawan yang memiliki kemampuan lebih, al:

Pertama, meningkatkan pengetahuan dasar, meskipun anda berlatar belakang ilmu tertentu, anda sebagai pimpinan perlu memiliki pengetahuan mendasar apa yang dikerjakan bawahan. Setidaknya arah pembicaraan bawahan dapat diikuti, dan lebih bagus lagi anda dapat memberi saran, sehingga bawahan akan merasa pimpinan tahu juga ya, tentang pekerjaannya. Dengan begitu, sebagai bawahan akan sadar, bahwa ia perlu mengikuti perintah atasan atau dapat sharing dalam memecahkan suatu persoalan.

Kedua, menggunakan konsultan atau bertanya kepada teman yang memiliki keahlian. Ketika anda menghadapi persoalan, untuk menghindarkan salah tafsir kekurang- mampuan anda menghadapi persoalan, anda perlu mendapatkan gambaran persoalan dan cara mengatasi dari konsultan. Atau bila tak mampu bayar konsultan, bisa bertanya kepada teman, bagaimana cara mengatasinya. Dan setelah mendapatkan cukup gambaran, anda bisa mulai berdikusi dengan bawahan, sehingga sharing pendapat antara atasan dan bawahan bisa berjalan, tanpa ada yang lebih menguasai dan tanpa ada yang merasa dibawahnya. Dengan begitu hasil maksimal dapat diraih.

Ketiga, membuat back up karyawan, sehingga bila satu karyawan agak malas, anda bisa manfaatkan karyawan lainnya, dengan begitu disitu terjadi persaingan dalam bekerja. Karena biasanya karyawan ingin memberikan hal terbaik buat pimpinan, agar pekerjaan mereka merasa diperhatikan bosnya. Sehingga segala rahasia tentang pekerjaan, sering diungkap, segala permasalahan dan bagaimana cara mengatasinya dapat segera diketahui secara terang benderang. Karyawan tak bisa berprilaku tak baik juga, karena kalau begitu, perhatian pimpinan, bisa beralih kepada karyawan lain yang memilik kemampuan yang sama.

Keempat, anda dapat ikut kumpulan organisasi, atau komunitas, sehingga segala perkembangan bisnis dapat dideteksi dari awal, informasi yang masuk akan selalu baru. karena dalam komunitas sesuai bidang pekerjaan, akan ada berbagai persoalan sebagai pembanding. Disana anda bisa urun rembug menghadapi persoalan, termasuk persoalan anda, sehingga persoalan yang dihadapi perusahaan lain, cara pemecahannya, dapat anda terapkan di perusahaan sendiri.

Sehingga, dengan penguasaan persoalan, tak ada lagi karyawan yang sombong, atau membandel bila disuruh, dan lambat dalam bekerja, serta tak ada lagi mereka yang bekerja tanpa sepengetahuan bos. Mereka akan menghormati pimpinan karena menguasai berbagai persoalan bisnis, termasuk bagaimana cara memasarkan, bagaimana cara mengatasi permasalahan organisasi, bagaimana mengatur keuangan, bagaimana menghadapi kerusakan jaringan IT, dlsb.

Dan dengan demikian, tidak ada lagi karyawan yang merasa lebih pintar. Sebaliknya, tim akan lebih kompak, menjadikan perusahaan akan sukses dan maju. Pimpinan dan bawahan akan berusaha mewujudkan visi dan misi perusahaan secara bersama.

Mengetahui Kekuatan Relasi

“Kekuatan relasi sering menjadi tolak ukur ketahanan dan kesuksesan usaha secara berkelanjutan”


Pada akhir tahun biasanya banyak kontrak kerja perusahaan berakhir. Kalau pun masih ada pekerjaan, itu merupakan sisa projek yang tertinggal. Bisa jadi pekerjaan belum selesai, karena keterlambatan bahan baku, atau karena listrik sering padam, sehingga produksi terganggu. Dan bisa juga karena perusahaan terkena demo karyawan, yang menginginkan kenaikan gaji. Atau karena memang bagi perusahaan tekstil, misalnya untuk menghabiskan sisa quota yang masih terbuka, sehingga perlu menggenjot produksi ekspor.

Saya sendiri, misalnya, masih sering mengerjakan pekerjaan pada akhir tahun meskipun pekerjaan mulai berkurang, dari pelanggan seperti tadi, yang tetap beroperasi menjelang tutup tahun. Sementara banyak rekanan lain lebih memilih tutup atau libur dari pada bekerja. Akhirnya, sisa pekerjaan sering ditumplekan kepada perusahaan tertentu. Dan ini sudah berlangsung hampir pada setiap tahun atau menjelang libur panjang.



Tetapi sebagian besar perusahaan produsen yang mempunyai perencanaan bagus lebih memilih libur panjang. Maklum, kontrak order banyak yang telah berakhir, dan juga konsumen banyak menahan dalam perburuan produk baru. Misalnya, pembeli mobil baru, bersabar dan lebih senang mendapatkan surat-surat kendaraan pada tahun baru, daripada akhir tahun. Mengingat kalau kendaraan tersebut dijual kembali, harga akan lebih baik, dibanding dengan penerbitan surat bertahun lama. Sehingga antara perusahaan produksi dan supplier telah kompakan mengendorkan sirkulasi bisnisnya pada akhir tahun. Mereka lebih memilih merayakan tahun baru dan mengevaluasi kegiatan perusahaan kedepan daripada sibuk berproduksi.

Meskipun banyak kontrak berakhir, tentu, sebelumnya perusahaan telah berusaha, mendapatkan atau memperpanjang kontrak-kontrak baru. Nah, inilah yang akan menjadikan performance, apakah pekerjaan di tahun depan sudah terprediksi bakal ramai atau sebaliknya? Bila proyek berlimpah—patut kita syukuri, sebaliknya bila sedikit—perlu mempertanyakan sejauh mana pemasaran dan penguatan relasi selama tahun berjalan?


Menguatkan Relasi
Perusahaan yang memiliki relasi yang kuat, begitu menghadapi akhir tahun, pasti telah banyak mengantongi proyek yang akan digarap tahun depan. Bahkan sering order telah didapatkan sampai menjelang pertengahan tahun depannya. Perusahaan seperti ini bisa tenang karena telah mengantongi pekerjaan. Tinggal mengatur pelaksanaannya agar jangan meleset.

Sebaliknya, bagi yang belum mengantongi order, perlu mengevaluasi kenapa, sampai order menurun atau bookingan berkurang. Perusahaan seperti ini, perlu melihat sejauh mana relasi atau kedekatan dengan customer—selain mengevaluasi sebab penurunan order—apakah customer mengalami hal yang sama, terjadi kelesuan? Jika customer masih banyak pekerjaan, sementara kita menurun—berarti ada pekerjaan yang lari. Selanjutnya kita perlu cek rekanan lain dalam mendapatkan pekerjaan. Dan jika rekanan lain lebih banyak—berarti ada yang salah dalam pelayanan perusahaan. Mungkin saja, delivery barang sering terlambat, atau karena barang banyak cacat atau juga harga yang kita ajukan lebih mahal. Sehingga perusahaan customer terganggu oleh jeleknya prestasi pelayanan kita. Dengan begitu, perlu evaluasi juga sejauh mana pendekatan terhadap relasi—bila kurang pendekatan—kita perlu mencari upaya dalam menguatkan relasi.

Dalam The Connect Effect, Michael Dulworth mengutif ungkapkan Tim Sanders, Chief Solutions Officer di Yahoo, bahwa seluruh pengetahuan Anda tidak akan banyak berarti—jika Anda tidak memiliki jaringan orang tempat berbagi—dan tidak memiliki simpati yang cukup—untuk orang-orang dalam jaringan itu—untuk memahami, bahwa kesuksesan Anda adalah hasil langsung dari kesuksesan mereka.

Karena bila Anda kuat berhubungan dengan customer, biasanya mereka akan menjaga hubungan juga, al: dengan memberikan informasi, bagaimana melakukan pelayanan terbaik, termasuk kelemahan perusahaan Anda. Sehingga bila tak ingin kehilangan order, meskipun ada kedekatan, tetapi pelayanan dan keprofesionalan harus tetap diutamakan.

Kedekatan dan Keprofesionalan
Pada saat sekarang, dekat saja tak cukup, tapi pekerjaan harus dibarengi dengan keprofesionalan. Jadi tak bisa, mentang-mentang teman dekat atau saudara, sehingga senaknya bekerja—mentang-mentang relasi kuat, jadi asal-asalan berproduksi. Hal ini tak bisa dilakukan, karena penilaian akhir ada pada customer. Bila mereka menolak, tentu kerjasama bisa berakhir.

Nah, dalam hal inilah, sering berbagai kalangan masih salah menafsirkan kedekatan dalam berelasi. Namun bagi yang profesional, justru sebaliknya, karena dengan kedekatan, ia mesti menunjukan prestasi terbaiknya. Selalu berusaha mengevaluasi tahapan pekerjaan, mana yang kurang memuaskan dan bakal mendapatkan komplain, terus perlu perhatian serius. Sehingga pelayanan kualitasnya lebih terkontrol dan mengambil sebagai benchmarks adalah perusahaan pesaing atau rekanan lain, yang tidak ada kedekatan dalam berelasi.

Bila kualitas produk dan harga telah masuk, tinggal kita beradu dalam pelayanan dan kedekatan dalam berelasi. Jangan sampai gara-gara miskomunikasi, dengan bawahan atau staf lain dari perusahaan. Relasi menjadi terganggu. Karena banyak kejadian, pimpinan perusahaan dekat, tetapi dengan bawahannya kurang, order tetap terganggu karena relasi terganggu oleh stafnya, yang bisa memberikan informasi salah buat pimpinan.

Untuk itu dalam berelasi, kita pun mesti profesional, tak terbatas dengan pimpinan saja, tetapi perlu dengan bagian pengambil keputusan lainnya dalam perusahaan. Bisa saja pimpinan perusahaan sedang sibuk dan tak terlalu mengontrol pekerjaan. Meskipun sudah menitipkan kepada bawahan, tetapi tidak langsung otomatis berjalan. Dengan begitu selain silaturahmi dengan pimpinan, perlu kita bersilturahmi dan bertukar pikiran dengan bawahan. Sehingga proses dan standar yang diinginkan dapat sesuai dengan harapan perusahaan. Karena setiap perusahaan memiliki model dan sistem operasi yang berbeda, sehingga perlu ada pertemuan yang menyamakan persepsi dan standar operasi.

Dalam hal ini, mentang-mentang atasannya sudah dipegang, kita melupakan bawahan sebagai pelaksana langsung dari pekerjaan. Bila ini terjadi, relasi akan terganggu dan dampaknya, pekerjaan tak terselesaikan dengan baik. Untuk itu anda perlu segera mengevaluasi kekuatan relasi setiap akhir tahun, agar di tahun baru perusahaan berjalan lebih maju lagi.

Relasi Dead

“Matinya relasi sering terjadi karena berbagai permasalahan, tapi yang penting bagi kita jangan sampai menjadi bagian dari penyebab relasi dead”.


Saya sering sedih, saat ada teman yang memutuskan hubungan. Juga ada karyawan tiba-tiba keluar kerja. Atau saudara bermasalah, lalu menjauh. Rekanan bisnis tak menyelesaikan pekerjaan dan perusahaan pelanggan bangkrut tak bayar tagihan, kemudian menjadi sulit ditemui. Dan karena banyak pemasalahan tersebut, akhirnya relasi dead terjadi.

Dalam hal relasi dead tersebut, saya teringat pada pelanggan perusahaan yang mengalami kejatuhan dan tak mampu bayar. Padahal saat awal, berbisnis dengan pelanggan tersebut berjalan lancar. Sehingga, kerja sama bisa berlangsung sampai sekitar enam tahunan. Pekerjaan yang diberikan, al: pengurusan pengeluaran barang impor dari pelabuhan ke pabrik.



Untuk memproses pengeluaran barang tersebut, sebagai pelaksana biasanya, sering memberikan dana talangan terlebih dahulu. Biaya tersebut, al: biaya handling barang, biaya pengapalan, biaya penumpukan di pelabuhan, biaya alat mekanis, biaya trucking serta biaya pengembalian petikemas ke depo container.

Selesai pengerjaan, tagihan baru bisa dikirim, dan sekitar sebulan kemudian, biasanya perusahaan importir membayar. Lama memang, tapi itulah bisnis perusahaan jasa ekspedisi di pelabuhan, yaitu penuh resiko talangan—dengan pembayaran belakangan. Terkadang perusahaan pelanggan membayar lebih molor lagi—bisa lebih dari sebulan. Sementara, kalau order tak diterima, banyak perusahaan lain menganga—siap mengambil alih. Sehingga daya tawar pengurusan jasa handling barang masih rendah di mata importir—meskipun itu dibutuhkan. Terkadang biaya jasanya tak sebanding dengan nilai barang yang diurus. Modalnya besar, resikonya tinggi, tetapi importir tetap saja memberikan jasa murah, karena ketatnya persaingan di bisnis itu.

Kelemahan ini terjadi, karena merupakan konsekwensi dari adanya persaingan bebas. Dimana perusahaan yang memiliki daya tawar rendah, sering menjadi mainan perusahaan kuat. Begitu juga sebaliknya, perusahaan yang memiliki daya saing tinggi sering menjadi buruan konsumen.

Nah, inilah yang terjadi, dalam berusaha—penuh tantangan, penuh resiko, penuh persaingan dan kadang saling menjegal. Sehingga adanya resiko ini masih menjadi kekhawatiran pengusaha. Meskipun kerjasama telah terjalin cukup lama, bukan merupakan jaminan pekerjaan bisa langgeng. Tetapi tetap setiap pengusaha pemberi talangan pasti memiliki kekhawatiran—kalau tiba-tiba perusahaan customernya bangkrut—dimana dana talangan sudah keluar, sementara bayaran seret—bahkan bisa tak mampu bayar.

Dugaan tersebut bisa terjadi, misalnya, ketika pelanggan sudah jarang mengimpor lagi, terlihat dari tagihan yang tak kunjung terbayar. Apalagi, perusahaan telah berada diujung tanduk, mengalami kebangkrutan. Harapan bayaran menjadi sulit terealisasi. Permasalahan pembayaran akibat kebangkrutan ini—tak hanya dilalami perusahaan ekspedisi, tetapi dirasakan oleh banyak perusahaan lainnya.

Dengan kejadian itu, relasi yang sudah dibina sekian tahun, tiba-tiba putus, berhubungan dengan mereka menjadi sulit. Alat telpon serta berbagai alat komunikasi lain terhenti. Padahal sebelumnya, hubungan sangat mudah sekali. Apalagi ketika mereka menginginkan barang cepat keluar, karena pabrik takut stop line, mereka setiap saat, terus mengejar. Sementara, setelah terjadi permasalahan—mereka menghilang dan pembayaran tak kunjung kelihatan.

Hubungan yang tadinya mesra jadi sulit, komunikasi yang semula gampang—menjadi gelap. Nah, putusnya relasi, menjadi menyedihkan. Padahal kita ingin membicarakan hal ini secara baik-baik dan mencari jalan keluarnya. Namun dengan putus hubungan seperti itu, sering masalah tak terselesaikan.

Masalah relasi dead ini, tak hanya terjadi pada konsumen, tetapi bisa terjadi pada perusahaan produsen atau pemberi jasa. Dimana pada posisi produsen yang lalai. Misalnya, mereka sering telat mengerjakan jasanya, sehingga pelayanan yang kurang baik sering mengakibatkan relasi terputus.

Selain terjadi pada konsumen serta produsen, putus hubungan ini bisa juga terjadi dalam karyawan suatu perusahaan. Meskipun karyawan ini sebagai bawahan—ia bisa dianggap pula sebagai relasi internal dalam perusahaan. Semula karyawan ini baik-baik bekerja, bahkan awalnya dari belum bisa bekerja, kemudian lama kelamaan menjadi piawai. Karena pekerjaan rutin berjalan, sehingga pekerjaan tersebut menjadi terbiasa dan terkuasai.

Namun, kemahirannya, terkadang menjadi permasalahan bagi perusahaan, karena banyak perusahaan lain melirik kehandalan dan kemampuannya. Meskipun perusahaan melarang berhenti dengan bujukan insentif menarik. Karyawan ini tetap saja ngotot ingin mengundurkan diri, karena bayangannya, kalau bekerja di perusahaan lain bisa mendapatkan fasilitas lebih baik.

Nah, putusnya hubungan ini membuat sedih, karena perusahaan telah membina karyawan pemula sekian lama—dari awal sebelum ia bekerja. Namun setelah begitu pintar, tiba-tiba hengkang.

Karena itu, kita perlu menyadari kemungkinan kejadian tersebut. Kata orang bijak, hilang satu bisa tumbuh seribu. Sehingga dalam soal karyawan yang berhenti ini, agar kinerja perusahaan, tak terganggu, perusahaan perlu mulai mendidik lagi pekerja-pekerja sejenis, agar tersedia lebih banyak lagi sebagai pekerja back up. Sehingga ketika satu keluar, banyak karyawan lain menggantikan.

Tetapi masalahnya, bukan hanya sekedar kepindahan saja, tetapi putus hubungan inilah yang disayangkan, sehingga karyawan meskipun sudah keluar—seharusnya tetap jadi relasi, agar peluang lain masih terbuka. Putusnya, hubungan ini, mungkin akibat karyawan yang sering merasa bersalah, sehingga jarang nongol lagi bersilaturahmi—atau mungkin karena malu dan ada masalah lain yang tak terungkap.

Padahal kalau tidak terputus, banyak hal lain yang bisa bermanfaat, misalnya, muncul peluang menarik yang bisa disinergikan—mungkin juga suatu saat Anda tidak kerasan bekerja pada perusahaan baru—bisa kembali ke perusahaan lama.

Begitu juga ketika terjadi permasalahan baik itu sebagai perusahaan atau pelanggan, Anda perlu menghadapi kenyataan yang ada, sehingga pertemanan, relasi, persahabatan dan silaturahmi akan selalu terjaga.

Kemudian yang paling terpenting lagi, Anda jangan jadi penyebab dari putusnya relasi, sebab dengan kehilangan satu relasi biayanya lebih mahal dibanding dengan mendapatkan relasi baru. Karena, kesempatan dalam mendapatkan penghasilan menjadi berkurang, yang ada hanyalah pengeluaran biaya promosi dan biaya marketing lainnya.

Bisa Ala Biasa

“Bisa ala biasa, sehingga apa pun bisa mahir dikerjakan asal terbiasa.”


Meskipun anda merasa bodoh atau kurang mampu, ketika menghadapi persoalan—tak perlu minder dan takut. Tapi kerjakan, sebab seorang yang tak bisa sekalipun, setelah mengerjakan pasti bisa, karena terbiasa.

“Bisa ala biasa”,kata isteriku pede banget, saat meyakinkan dirinya agar bisa melaksanakan pekerjaan yang sulit sekalipun.

Semboyan itu bisa mendorong seseorang yang belum bisa apa-apa dalam bekerja, menjadi terbiasa bekerja, dan akhirnya mahir.

Saya mempunyai teman, Kolonel Tony Tambunan, meskipun pangkatnya tinggi, ia keluar dari tentara dan beralih pada pekerjaan lain. Tentu karena mengerjakan sesuatu bukan pada bidangnya, yaitu berurusan dengan transportasi, saat awal bekerja, ia tak bisa apa-apa. Sehingga sehari-harinya ia terus bertanya kepada bawahan, agar pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya sebagai seorang manajer dapat dikerjakan.

Meskipun sebagai pimpinan, ia tak malu dengan anak buah. Misalnya, untuk mengetahui dokumen pengapalan, ia selalu menanyakan, tentang persyaratan penerbitan dokumen, dukumen salah atau hilang, apakah perbaikan bisa menimbulkan masalah? Semua itu dipertanyakan, karena ia sebagai penandatangan tidak mau bermasalah di kemudian hari.

Setiap hari, ia terus pelajari model bisnis, sampai kepada model pengurusan dokumen. Ia mulai memetakan persoalan keseluruhan, mengenai pengiriman barang. Akhirnya pekerjaan itu dikuasai, karena ia menerapkan semboyan bisa ala biasa.

Hebatnya, saat awal bekerja, hanya sebagai manajer, tetapi ketika ia pindah ke perusahaan lain, atau ditempat baru, Pak Tony dianggap sebagai seorang ahli transportasi, sehingga diangkat menjadi seorang direktur perusahaan, dan orang baru disekitarnya menganggap piawai, apalagi didukung pangkatnya yang Kolonel, jadi semakin disegani.

Begitu juga, bagi teman saya yang baru lulus perguruan tinggi, semula ia hanya sebagai mahasiswa Praktek Kerja Lapangan dalam perusahaan pelayaran. Namun karena kegigihannya, ia menjadi ahli menyandarkan dan melepas kapal. Dan berkat keahliannya, dia bisa bekerja disana, bahkan sekarang, perusahaan tanpa dirinya sering kedodoran, banyak kapal terhambat bongkar, karena terlambat sandar. Banyak konsumen komplain dan biaya menjadi tinggi, karena pengurusan dokumen terlambat. Anak muda ini bisa bekerja, karena biasa. Bisa ala biasa.

Dalam mengurus perijinan, di berbagai intansi pemerintah, misalnya, saat mengurus STNK, mengurus KTP, mengurus surat-surat di Departemen Perdagangan, Departemen Kehakiman, Kantor Pajak, sering ada orang menawarkan jasanya agar mudah dan cepat pengurusan. Kita sendiri kadang sering kaku dan bingung dalam melakukan pengurusan, banyak bertanya kesana kemari, selain lambat, akhirnya banyak biaya keluar. Tetapi melalui jasa mereka, yang terbiasa mengurus perijinan, selain biaya bisa ditetapkan, segala urusan bisa cepat kelar. Mereka bisa mengurus cepat karena terbiasa. Jadi bisa ala biasa.

Dengan begitu, kalau kita menerapkan semboyan bisa ala biasa dalam kehidupan, saat belajar, atau saat ingin mendirikan usaha, kita akan cepat berhasil. Contoh, ketika kita melatih ingatan dalam mengembangkan vocabulary bahasa inggris, memori kita akan kuat mengingatnya, saat terjadi pemanggilan kata, dan data tersimpan dalam memori akan cepat keluar, selanjutnya, percakapan bahasa inggris menjadi mahir. Karena otak pun kalau terlatih akan terbiasa berubah dan bertambah kuat. Bisa ala biasa.

Dengan begitu apapun bisa dikerjakan dengan sukses, karena kebiasaan kita dalam bekerja. Seorang sales akan jadi pedagang mahir, karena terbiasa menawarkan—seorang politikus akan pandai berkelit, karena terbiasa berdebat—seorang peneliti akan dapat menemukan sesuatu yang baru, karena terbiasa meneliti—seorang penunggang kuda, pembalap, pemain sepak bola, akan bisa berlari kencang, karena terbiasa bertanding—seorang artis dan Master of Ceremony (MC), pandai berbicara karena biasa tampil dihadapan umum. Jadi mereka bisa ala biasa.

Sehingga bagi yang masih ketinggalan dalam berkeahlian, tak usah khawatir, kerjakan terus, lambat laun pekerjaan itu akan bisa karena biasa. Begitu juga dalam memperluas jaringan, bagi mereka yang biasa bergaul, ia akan mempunyai kenalan banyak, relasi ada dimana-mana. Ia akan mengetahui informasi baru dengan banyak teman, ia tak akan lagi kesusahan dalam mendapatkan modal dan meluaskan usaha serta tak akan kesusahan dalam mencari solusi permasalahan.

Dalam hal permodalan, ia terbiasa bersilaturahmi dengan mereka yang memiliki dana dengan bunga pengembalian murah, ia mempunyai akses dalam hal mendapatkan dana. Dalam hal ini perusahaan perbankan, perusahaan pembiayaan, perusahaan leasing, penggadaian, asuransi, memang mereka ahli dalam bidang keuangan dan pendanaan, mereka bisa menjadi perusahaan seperti itu, karena tebiasa, bergerak dan bergaul dibidangnya. Bisa ala biasa.

Dokter biasa membedah orang yang memiliki penyakit, ia tak gentar dan pusing ketika harus memotong tangan orang, menyilet tubuh dengan bergelimangan darah, karena memang sudah terbiasa. Pesulap, bisa menghilangkan benda dan memainkan trik membuat penonton penasaran, mereka bisa seperti itu karena ala biasa. Begitu juga mereka yang jadi pengacara, ahli pengurusan tanah, ahli beternak, ahli pertanian, keahlian tersebut timbul karena terbiasa. Jadi bisa ala biasa.

Begitu ampuhnya, prinsip bisa ala biasa bagi kehidupan seseorang, maka ketika saya menghadapi persoalan, saya sering tak berpikir panjang, ketika ingin menguasai pekerjaan, dimana saya terus saja mengerjakan, karena saya yakin perkerjaan itu akan dapat dikuasai kalau sudah terbiasa, pekerjaan akan bisa karena terbiasa.

Namun walau begitu, tak semua pekerjaan dikerjakan sendiri, karena keterbatasan waktu. Dalam hal ini, maka saya akan menyerahkan pada ahlinya, yang sudah terbiasa menangani pekerjaan. Begitu juga dalam menempatkan pegawai, saya sering menggunakan prinsip the right man in the right place. Menempatkan orang sesuai tempatnya, agar pekerjaan bisa lancar. Bisa ala biasa.

Jangan Pernah Merasa Pensiun

“Pensiun sering menjadi menakutkan bagi seseorang, sehingga perlu aktivitas lain agar kita jangan pernah merasa pensiun, untuk menghilangkan ketakutan tersebut”.



Usia pensiun pegawai pemerintah, rencana akan ada kenaikan dari batas usia 55 tahun menjadi 58 tahun.

Bagi mereka yang usianya mendekati pensiun, mendengar berita itu, banyak yang bergembira. “Lumayan, waktu bekerja nambah tiga tahun. Dari pada dirumah, mendingan tetap bekerja. Selain dapur tetap ngebul, waktu tak terbuang, dan kalau hanya dirumah saja, bisa cepat tua”, ucap mereka yang mendukung.



Aneh memang, ketika bekerja dan banyak kegiatan, raut wajah terlihat ceria, tetapi menjelang menghadapi pensiun, wajah mulai berkerut terlihat kusam, mata mulai menerawang—melamunkan pekerjaan setelah pensiun. Kondisi ini banyak dirasakan khususnya oleh mereka calon pensiunan dari pegawai negeri.

Untuk itu, agar terhindar dari cepat keriput, kusam, lunglai, tak berkegiatan, sebaiknya Anda jangan pernah merasa pensiun. Meskipun telah berhenti bekerja. Tapi usahakan tetap memiliki kegiatan lain. Agar pikiran bisa bergerak terus dan berkegiatan—apalagi Anda telah berpengalaman bekerja. Pengalaman tersebut bisa disumbangkan pada generasi berikut, atau untuk perusahaan yang perlu bantuan.

Hal ini banyak dilakukan sekalipun oleh para mantan Presiden Amerika, mereka tak pernah mau diam. Bergerak terus dalam dibidang sosial, membuat organisasi dermawan, membantu masyarakat miskin atau membantu mereka yang terkena penyakit yang sulit disembuhkan. Sehingga hidupnya selalu diisi dengan berbagai kegiatan dan tak pernah merasa pensiun bekerja. Mereka tetap masih memelihara jaringannya, dan masih bisa berbaur sesama teman, membuat umur mereka lebih panjang.

Diluar pegawai negeri, atau pada perusahaan swasta, meskipun pegawainya, telah masuk usia pensiun, tetapi masih banyak dari mereka memilih tetap berkarya, bahkan, seperti bekerja seumur hidup, tak merasa pensiun. Sehingga banyak dari mereka malah masih kuat dan tak kalah dari yang muda—saat bekerja.

Juga, bagi mereka yang punya banyak kegiatan diluar bekerja sebagai pegawai negeri, ia lebih memilih cepat berhenti. Karena waktunya, lebih senang dialihkan untuk kegiatan mandiri dan menciptakan pekerjaan bagi orang lain. Atau ia lebih bisa memperhatikan dirinya, dibanding secara terus mengabdi buat pekerjaan pemerintah.

Memilih pensiun tidaknya, memang masing-masing memiliki alasan sendiri, tergantung dari mana mereka memandang. Bagi yang tak ada pekerjaan lagi, ia lebih nyaman melanjutkan, sementara bagi yang berkegiatan, lebih senang mengambil pensiun muda.

Mereka yang cepat pensiun, bisa saja waktunya digunakan untuk berwiraswasta atau mengajar. Pengalaman telah ada, jaringan juga luas, teman banyak—tinggal dia memaksimalkan jaringan dan temannya tersebut. Lebih istimewanya, waktu dan beksl pensiun sudah ada. Sehingga itu merupakan modal dalam berkarier selanjutnya, dibanding mereka yang dari nol tak ada kekuatan ketika harus berjuang mendirikan perusahaan.

Namun meskipun mereka telah berpengalaman, masih banyak diantara mereka ketika terjun berbisnis tak berhasil. Mungkin karena sebelumnya terbiasa menjadi orang gajian, sementara dalam wiraswasta harus mampu menggaji sendiri, inilah yang belum terbiasa—kemana-mana dengan ongkos sendiri, mulai modal, penyediaan tempat, peralatan, membayar karyawan dlsb. Terkadang setelah berinvestasi—pengembaliannya tak kunjung tiba. Sehingga modal dan investasi bisa melayang. Kadang bila bekerjasama, ketika partnernya nggak cocok—bisa tertipu. Inilah tantangan dalam berusaha.

Sehingga mindset dari pegawai negeri, perlu segera berubah menjadi sebagai pelaku usaha. Biasa enak, sekarang perlu berubah menjadi apa adanya. Biasa santai, mesti berubah menjadi berjuang keras. Biasa ada petunjuk berubah jadi mencari petunjuk, mencari terobosan-terobosan baru—biasa dapat makan, siap berubah menjadi pemberi makan. Pokoknya serba mandiri, kalau nggak mandiri tak ada penghasilan dan tak ada makan. Sehingga Anda menjadi terbiasa berpikir, berelasi, bertemu orang, melalui berbagai media atau komunitas serta organisasi yang banyak bertebaran berdiri. Ujungnya, suatu saat ketemu keberhasilan, yang menjadikan hidup Anda tetap berseri dan tak pernah merasa pensiun.

Setidaknya ini yang dilakukan teman saya, dimana sebelumnya, ia bekerja sebagai bagian hukum dan perijinan pada perusahaan BUMN. Begitu pensiun, karena ia tak mau menganggur. Maka ia memasuki sebuah organisasi pengusaha di bisnis tranportasi dan pergudangan. Ternyata keahliannya banyak diperlukan oleh para pengusaha. Akhirnya sekarang ia menjadi bagian personalia dan perijinan. Kini ia menimati kegiatan baru pada perusahaan swasta. Pengalaman kerjanya bisa diaplikasikan pada perusahaan tersebut.

Dimana para pensiun lain masih banyak yang merenungi nasibnya, meraba-raba mencari tahu jalan baru dalam mengisi kehidupannya. “Kenapa saya bangkrut terus saat mendirikan usaha, bahkan selalu tertipu, jadi gimana ya cara berusaha yang benar?”,tanya seorang pensiunan kepada saya.

Setelah saya selidiki. ternyata, penyakitnya, bahwa ia mendirikan usaha yang bukan berdasar keahliannya. Sehingga uang pensiun bisa habis. Dan sebagai jalan keluarnya, sebaiknya ia bekerja sesuai keahlian. Karena keahlian bisa mendukung kelancaran dalam berusaha. Selain itu, ia tidak perlu banyak belajar lagi, hanya tinggal menyesuaikan ritme dan model berusaha. Dengan demikian waktu tidak terbuang percuma.

Selanjutnya, ketika telah berhasil dalam berbisnis, Anda akan mengetahui, bahwa perputaran uang yang lebih menguntungkan, adalah dari hasil pendirian perusahaan. Hasilnya bisa berlipat jauh dibanding dengan uang ditaruh dalam instrumen investasi lainnya, baik dalam deposito atau pun dalam reksadana dan lembaran saham. Namun resikonya juga tinggi.

Kini apapun bidangnya, yang Anda pilih dalam bekerja, yang paling penting Anda memiliki aktifitas, sehingga, ketika ingin tak merasa tua, dan ingin terus berpenghasilan. Janganlah Anda merasa pensiun, tetapi tetap bergerak terus. Antara lain, terus bersilturahmi dengan teman kantor, menginventarisir teman lama, teman baru dan masuk organisasi, dengan tak lupa tetap bergerak sesuai keahlian, agar Anda bisa dihargai dan banyak yang membutuhkan. Juga tak akan pernah merasa kesepian, apalagi harus meratapi kesedihan dan ketakutan karena telah kehilangan kebanggaan dalam bekerja. Dan sekarang bangkitlah dan janganlah merasa pensiun, dengan banyak bersilturahmi dan ikut masuk komunitas baru, sehingga kemajuan tetap dalam genggaman Anda.