Mengatasi Karyawan Lebih Maju

“Menyeimbangi kemampuan bawahan dengan mengugrade diri, sering bisa membawa jalan keluar dari permasalahan bisnis atau pun kehidupan”


Ketika kita sudah masuk bekerja, ternyata kita memiliki bawahan yang lebih maju. Dimana anak buah sudah bergelar Magister, sementara, kita belum. Bawahan lulusan luar negeri, sementara kita berasal dari dalam negeri. Dalam hal materi, bawahan telah bermobil, sementara kita masih naik bis umum.

Begitu juga menghadapi konsumen, dimana sekarang tingkat pemikirannya lebih berkembang, mereka sering menuntut bukti ketika kita menerangkan tentang salah satu instrumen investasi keuangan. Begitu juga dalam kehidupan rumah tangga, pimpinan rumah tangga sering dituntut lebih oleh sang isteri.

Selain itu, adanya perbedaan antara atasan dan bawahan menyangkut gelar pendidikan dan kemampuan materi, serta adanya tuntutan konsumen terhadap perusahaan dan sang isteri ini dalam kehidupan rumah tangga, sering mengganggu kinerja pimpinan perusahaan atau rumah tangga. Sering pimpinan merasa nggak enak saat menasihati, karena yang dinasihati lebih berkemampuan. Sehingga terjadi gap dalam memimpin.

Bagi orang yang belum terbiasa dan bersifat minder, terkadang kikuk menghadapinya. Meskipun kita lebih senior bekerja dan menjadi atasannya. Tapi karena adanya perbedaan gap kemampuan ini, sering banyak yang bermasalah. Dimana pimpinan sering tak diikuti oleh bawahan, pelayan sering mendapatkan cemoohan konsumen dan suami sering berselisih paham di rumah.

Kalau dalam perusahaan besar atau setingkat BUMN sering atasan lebih memilih yang akan menjadi bawahannya, sehingga ia dapat leluasa memerintah dan bisa seirama, tetapi dalam perusahaan tertentu hal ini, tak bisa dilakukan karena keterbatasan SDM atau karena keterbasan lain. Begitu juga dalam berumah tangga sudah terlanjur menikah, sedang dalam berdagang, kosumen tak bisa dipilih karena datang dari berbagai kalangan.

Meskipun kita tak mempedulikan tingkat kemampuan itu, tapi masalahnya, manusia sering melihat keberhasilan seseorang dari segi materi serta tampilan luar, sehingga orang yang telah memiliki materi lebih, dia anggap telah berhasil. Hal ini terlihat, ketika orang yang bergelimang materi lebih dihargai dalam masyarakat. Nasihatnya lebih dapat diterima, apalagi selain materi, berperilaku baik. Orang yang menonjol dari materi, sering mendapat tempat khusus, apalagi ia mau mengajarkan tentang rahasia mendapatkan kekayaannya tersebut. Juga bagi isteri dan konsumen sering mengambil keputusan berdasarkan pemikirannya.

Dalam milis keuangan, ketika seseorang memberikan nasihat tentang cara menjadi kaya, cara memperoleh properti tanpa uang sendiri, atau cara berhasil berwiraswata, sering menjadi sasaran pertanyaan yang menjadi anggota milis. Mereka ingin mengetahui penasihat itu apakah telah menerapkan ilmunya? apakah penasihat itu juga telah mewujudkan mimpinya menjadi seorang kaya atau hanya menjual mimpi agar nasihatnya diikuti?

Saya punya teman, ia seorang profesor, ketika kekampus membawa kendaraan tak sebaik yang mahasiswa pakai, sering mahasiswa meragukan kemampuan ilmunya, karena melihat kenyataan yang ada, mengajar tentang keuangan, yaitu cara mengungkit pendapatan, cara berinvestasi, cara memutar uang. Sementara dirinya belum menerapkan hal itu. Sehingga terjadi kontradiksi antara yang diajarkan dengan kenyataan yang ada, menjadi tak sesuai.

Saat sekarang ini dimana orang yang diajarkan atau bawahan sering menjadi lebih pintar dan kritis terhadap guru dan atasannya, sehingga apa yang diajarkan sering perlu dengan pembuktian dari kita sendiri. Dan kita akan sulit mengajar keberhasilan ketika kita belum berhasil, kita sulit mengajar teori keuangan, ketika kita belum mengaplikasikannya, seorang pemain perbankan, pedagang asuransi akan sulit memasarkan produk ketika mereka belum bermain saham, belum ikut dalam asuransi unit link, misalnya. Sehingga ketika nasabah menanyakan tentang kasus yang dialami, sering mendapatkan jawaban mengambang.

Kejadian ini tak hanya dalam perusahaan, tetapi dalam kehidupan rumah tangga juga begitu, kemampuan seorang isteri bisa lebih tinggi dari suami. Dengan begitu suami bisa minder, dan sering jadi pemarah untuk menutupi kelemahannya. Perbedaan daya pikir ini sering dalam berkomunikasi menjadi tidak nyambung. Karena pemikiran isteri yang lebih berpengetahuan, lebih jauh diatasnya, dan inilah yang sering menjadi penyebab keributan, ketika sang suami tak menyadari dan merasa dilecehkan. Padahal niat sang isteri mungkin tak begitu, tapi karena perbedaan kemampuan ini, sering menyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga.

Nah, permasalahan ini pula yang sering terjadi dalam kehidupan perusahaan, dimana bawahan yang lebih maju, baik dalam materi ataupun dari segi pengetahuan, dibanding dengan bosnya. Dimana bos sebagai pemimpin sering tak mau dikalahkan bawahan, padahal mungkin saja bawahan tak bepikir begitu, tetapi karena perbedaan kemampuan berpikir, sering ini menjadi sumber permasalahan antara atasan dan bawahan. Hal ini sering membawa dampak kepada bawahan lain, dalam menilai kepemimpinan seseorang.

Saya sendiri, sering menghadapi hal ini. Dimana anak buah lebih maju dari kita sendiri. Dari segi kendaraan yang dipakai, saja bawahan sering menggunakan kendaraan lebih baik, atau bawahan menggunakan sopir dalam berkendaraan, sementara kita masih seadanya tanpa sopir. Sehingga karyawan lain menyarankan, agar saya menggunakan sopir pula, agar tak alah sama staff. Meskipun saya bilang, bahwa saya belum memerlukan sopir, karena kegiatan belum begitu memerlukan itu. Tapi alasan tersebut, sering tak diterima.

Selain masalah itu, kita sering menghadapi karyawan yang telah lama bekerja, dan lama kelamaan mempunyai kemampuan lebih, dan dapat diandalkan perusahaan, yang jadi masalah, adalah gajinya masih seperti dahulu, belum ada kenaikan.Dengan begitu perusahaan menghadapi dilema, karena kemampuan perusahaan tak mencukupi.

Karena itu, perusahaan perlu menseting sistem penggajian yang tidak stagnan, tetapi gajian dibuat berdasar kenaikan pendapatan fleksibel, dimana perusahan berkembang, otomatis karyawan ikut menikmati, tetapi sebaliknya begitu perusahaan melempem, karyawan akan mendapatkan penghasilan sesuai standar awal.

Karyawan sekarang lebih sukar di atur apalagi karyawan memiliki keahlian yang susah di cari penggantinya. Bila pun ada harus dengan gaji yang tinggi atau perlu dengan melatih yang baru tapi butuh waktu lama. Sebaliknya, bila dikerasi mereka akan keluar, tetapi bila dibiarkan, mereka sering bekerja kurang baik.

Menghadapi masalah tersebut, kita sebagai pimpinan perusahaan atau pimpinan dalam rumah tangga atau sebagai pengajar, dan konsultan, perlu bermawas diri terhadap kemajuan yang dialami mahasiwa sekarang, nasabah, karyawan serta sang isteri. Karena itu, kita sebelum mengajar perlu menerapkan ilmu itu terlebih dahulu, sehingga ketika kita menemui masalah seperti itu, bawahan kita, nasabah kita, serta mahasiwa kita akan lebih percaya kepada kemampuan dan nasihat kita. Begitu juga dalam rumah tangga, sebagai pemimpin rumah tangga ilmu kita perlu senantiasa di upgrade agar minimal dapat mengikuti tingkat pemikiran sang istri yang mungkin menjadi pejabat, baik dalam pemerintahan maupun dalam perusahaan. Atau bagi pimpinan perusahaan serta pelayan mampu mengimbangi kemampuan bawahan atau yang menjadi nasabahnya.

Begitu juga dalam perusahaan menghadap karyawan yang semakin lama dan semakin maju, perlu perhitungan kuat dan mampu memprediksi perkembangan perusahaan kedepan yang disesuaiakan dengan kemajuna pegawai. Sehingga kedudukan kita tak kalah oleh bawahan, atau dapat mengikuti irama kemajuan dan kehidupan sesuai dengan fakta, tak sekedar nasihat. Sehingga karyawan, konsumen, mahasiswa dan isteri mengakui kemampuan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar