Relasi Dead

“Matinya relasi sering terjadi karena berbagai permasalahan, tapi yang penting bagi kita jangan sampai menjadi bagian dari penyebab relasi dead”.


Saya sering sedih, saat ada teman yang memutuskan hubungan. Juga ada karyawan tiba-tiba keluar kerja. Atau saudara bermasalah, lalu menjauh. Rekanan bisnis tak menyelesaikan pekerjaan dan perusahaan pelanggan bangkrut tak bayar tagihan, kemudian menjadi sulit ditemui. Dan karena banyak pemasalahan tersebut, akhirnya relasi dead terjadi.

Dalam hal relasi dead tersebut, saya teringat pada pelanggan perusahaan yang mengalami kejatuhan dan tak mampu bayar. Padahal saat awal, berbisnis dengan pelanggan tersebut berjalan lancar. Sehingga, kerja sama bisa berlangsung sampai sekitar enam tahunan. Pekerjaan yang diberikan, al: pengurusan pengeluaran barang impor dari pelabuhan ke pabrik.



Untuk memproses pengeluaran barang tersebut, sebagai pelaksana biasanya, sering memberikan dana talangan terlebih dahulu. Biaya tersebut, al: biaya handling barang, biaya pengapalan, biaya penumpukan di pelabuhan, biaya alat mekanis, biaya trucking serta biaya pengembalian petikemas ke depo container.

Selesai pengerjaan, tagihan baru bisa dikirim, dan sekitar sebulan kemudian, biasanya perusahaan importir membayar. Lama memang, tapi itulah bisnis perusahaan jasa ekspedisi di pelabuhan, yaitu penuh resiko talangan—dengan pembayaran belakangan. Terkadang perusahaan pelanggan membayar lebih molor lagi—bisa lebih dari sebulan. Sementara, kalau order tak diterima, banyak perusahaan lain menganga—siap mengambil alih. Sehingga daya tawar pengurusan jasa handling barang masih rendah di mata importir—meskipun itu dibutuhkan. Terkadang biaya jasanya tak sebanding dengan nilai barang yang diurus. Modalnya besar, resikonya tinggi, tetapi importir tetap saja memberikan jasa murah, karena ketatnya persaingan di bisnis itu.

Kelemahan ini terjadi, karena merupakan konsekwensi dari adanya persaingan bebas. Dimana perusahaan yang memiliki daya tawar rendah, sering menjadi mainan perusahaan kuat. Begitu juga sebaliknya, perusahaan yang memiliki daya saing tinggi sering menjadi buruan konsumen.

Nah, inilah yang terjadi, dalam berusaha—penuh tantangan, penuh resiko, penuh persaingan dan kadang saling menjegal. Sehingga adanya resiko ini masih menjadi kekhawatiran pengusaha. Meskipun kerjasama telah terjalin cukup lama, bukan merupakan jaminan pekerjaan bisa langgeng. Tetapi tetap setiap pengusaha pemberi talangan pasti memiliki kekhawatiran—kalau tiba-tiba perusahaan customernya bangkrut—dimana dana talangan sudah keluar, sementara bayaran seret—bahkan bisa tak mampu bayar.

Dugaan tersebut bisa terjadi, misalnya, ketika pelanggan sudah jarang mengimpor lagi, terlihat dari tagihan yang tak kunjung terbayar. Apalagi, perusahaan telah berada diujung tanduk, mengalami kebangkrutan. Harapan bayaran menjadi sulit terealisasi. Permasalahan pembayaran akibat kebangkrutan ini—tak hanya dilalami perusahaan ekspedisi, tetapi dirasakan oleh banyak perusahaan lainnya.

Dengan kejadian itu, relasi yang sudah dibina sekian tahun, tiba-tiba putus, berhubungan dengan mereka menjadi sulit. Alat telpon serta berbagai alat komunikasi lain terhenti. Padahal sebelumnya, hubungan sangat mudah sekali. Apalagi ketika mereka menginginkan barang cepat keluar, karena pabrik takut stop line, mereka setiap saat, terus mengejar. Sementara, setelah terjadi permasalahan—mereka menghilang dan pembayaran tak kunjung kelihatan.

Hubungan yang tadinya mesra jadi sulit, komunikasi yang semula gampang—menjadi gelap. Nah, putusnya relasi, menjadi menyedihkan. Padahal kita ingin membicarakan hal ini secara baik-baik dan mencari jalan keluarnya. Namun dengan putus hubungan seperti itu, sering masalah tak terselesaikan.

Masalah relasi dead ini, tak hanya terjadi pada konsumen, tetapi bisa terjadi pada perusahaan produsen atau pemberi jasa. Dimana pada posisi produsen yang lalai. Misalnya, mereka sering telat mengerjakan jasanya, sehingga pelayanan yang kurang baik sering mengakibatkan relasi terputus.

Selain terjadi pada konsumen serta produsen, putus hubungan ini bisa juga terjadi dalam karyawan suatu perusahaan. Meskipun karyawan ini sebagai bawahan—ia bisa dianggap pula sebagai relasi internal dalam perusahaan. Semula karyawan ini baik-baik bekerja, bahkan awalnya dari belum bisa bekerja, kemudian lama kelamaan menjadi piawai. Karena pekerjaan rutin berjalan, sehingga pekerjaan tersebut menjadi terbiasa dan terkuasai.

Namun, kemahirannya, terkadang menjadi permasalahan bagi perusahaan, karena banyak perusahaan lain melirik kehandalan dan kemampuannya. Meskipun perusahaan melarang berhenti dengan bujukan insentif menarik. Karyawan ini tetap saja ngotot ingin mengundurkan diri, karena bayangannya, kalau bekerja di perusahaan lain bisa mendapatkan fasilitas lebih baik.

Nah, putusnya hubungan ini membuat sedih, karena perusahaan telah membina karyawan pemula sekian lama—dari awal sebelum ia bekerja. Namun setelah begitu pintar, tiba-tiba hengkang.

Karena itu, kita perlu menyadari kemungkinan kejadian tersebut. Kata orang bijak, hilang satu bisa tumbuh seribu. Sehingga dalam soal karyawan yang berhenti ini, agar kinerja perusahaan, tak terganggu, perusahaan perlu mulai mendidik lagi pekerja-pekerja sejenis, agar tersedia lebih banyak lagi sebagai pekerja back up. Sehingga ketika satu keluar, banyak karyawan lain menggantikan.

Tetapi masalahnya, bukan hanya sekedar kepindahan saja, tetapi putus hubungan inilah yang disayangkan, sehingga karyawan meskipun sudah keluar—seharusnya tetap jadi relasi, agar peluang lain masih terbuka. Putusnya, hubungan ini, mungkin akibat karyawan yang sering merasa bersalah, sehingga jarang nongol lagi bersilaturahmi—atau mungkin karena malu dan ada masalah lain yang tak terungkap.

Padahal kalau tidak terputus, banyak hal lain yang bisa bermanfaat, misalnya, muncul peluang menarik yang bisa disinergikan—mungkin juga suatu saat Anda tidak kerasan bekerja pada perusahaan baru—bisa kembali ke perusahaan lama.

Begitu juga ketika terjadi permasalahan baik itu sebagai perusahaan atau pelanggan, Anda perlu menghadapi kenyataan yang ada, sehingga pertemanan, relasi, persahabatan dan silaturahmi akan selalu terjaga.

Kemudian yang paling terpenting lagi, Anda jangan jadi penyebab dari putusnya relasi, sebab dengan kehilangan satu relasi biayanya lebih mahal dibanding dengan mendapatkan relasi baru. Karena, kesempatan dalam mendapatkan penghasilan menjadi berkurang, yang ada hanyalah pengeluaran biaya promosi dan biaya marketing lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar